Pesan Umar Kepada Abu Ubaydah: Mulailah Menyerang Damaskus!
Hidayatullah.com | SETELAH Perang Yarmuk usai dengan kemenangan pasukan Muslim di bawah pimpinan Khalid bin Walid pada tahun 634 M atau 13 H, pasukan Romawi mundur ke Damaskus. Kaisar Heraklius, pemimpin bangsa Romawi ketika itu, lari ke Antiokhia, daerah perbatasan Turki dan Suriah.
Perang Yarmuk adalah gelombang pertama pasukan Muslim menaklukkan wilayah di luar Jazirah Arab, sekaligus menjadi pintu pembuka pembebasan Baitul Maqdis. Perang ini sebenarnya tak imbang. Jumlah pasukan Muslim hanya sekitar 40 ribu saja, sedang jumlah pasukan Romawi mencapai 240 ribu. Namun, Allah Ta’ala berkehendak untuk memenangkan pasukan Muslim.
Setelah Perang Yarmuk usai dan pasukan Romawi terpaksa mundur ke Damaskus, pimpinan pasukan Romawi mulai mengumpulkan kembali tentaranya yang telah tercerai berai. Mereka berhasil menghimpun sebanyak 80 ribu tentara dan dikumpulkan di sebuah lembah di Yordania (Urdun), lembah yang terdapat di sebuah daerah bernama Pella (Fihl).
Melihat keadaan itu, Abu Ubaydah, pimpinan tertinggi pasukan Islam (menggantikan Khalid bin Walid), menjadi ragu apakah akan meneruskan rencana menaklukkan Damaskus, atau kembali ke Yordania guna menyerbu pasukan Romawi yang berkumpul di Pella. Ia lantas menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khathtab yang berdomisili di Madinah.
Umar membalas surat tersebut dengan menuliskan pesan sebagaimana dikutip dari Buku Pintar Sejarah Islam karya Qasim A Ibrahim dan Muhammad A Saleh. Begini isinya:
“Mulailah menyerang Damaskus terlebih dahulu. Sebab, wilayah ini benteng Negeri Syam dan ibukota pemerintahan mereka. Tapi, kacaukanlah pasukan Byzantium yang ada di Pella dengan menempatkan pasukan berkuda di sana.”
“Jika pasukan berkuda berhasil mengalahkan mereka sebelum Damaskus maka itulah yang kita harapkan. Tapi, jika Damaskus bisa ditaklukkan lebih dulu, segeralah bergerak bersama pasukan menuju Pella setelah engkau menunjuk seseorang untuk mengurusi Damaskus.”
“Setelah Pella berhasil engkau taklukkan, bergeraklah bersama Khalid (bin Walid) menuju Emesa (Himsh). Serahkan urusan (pembebasan) Palestina (Baitul Maqdis) dan Yordania kepada “Amr ibn al-“Ash dan Syurahbil.”
Inilah kurikulum pembebasan Baitul Maqdis dari sang Khalifah. Kurikulum ini sebetulnya sudah dirancang sejak masa pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq.
Kaum Muslim paham bahwa musuh yang akan dihadapi begitu kuat. Karena itu mereka tidak membebaskan Baitul Maqdis secara langsung, melainkan bertahap, wilayah demi wilayah. Dengan begitu, saat pembebasan Baitul Maqdis tiba, pasukan Romawi sudah lemah.
Setelah menerima surat ini maka bergeraklah pasukan Muslim menuju Damaskus, dan sebagian menuju Pella. Ada kisah menarik saat pasukan Muslim berada di Pella, sebagaimana dikisahkan oleh Sir Arnold dan dikutip dalam catatan kaki buku di atas.
Menurutnya, ketika pasukan Islam tiba di lembah Yordania dan membuat markas di Pella (Fihl), penduduk Kristen setempat menulis surat kepada pasukan Arab-Islam. Surat tersebut berisi:
“Wahai Umat Islam, kami lebih menyukai kalian dari pada orang-orang Byzantium, meskipun agama kami sama dengan agama mereka. Kalian lebih bersikap lembut kepada kami, tidak menzalimi kami, dan memimpin kami dengan lebih baik. Tapi mereka memaksa kami mengikuti semua kemauan mereka, dan menjarah rumah-rumah kami.”
Pella pada akhirnya berhasil dikuasai oleh tentara Muslim.Kita kembali kepada pasukan Muslim yang bergerak menuju Damaskus dan masuk dari arah timur.
Rupanya, menaklukkan Damaskus tak semudah yang diperkirakan. Damaskus dikelilingi benteng yang kokoh dengan ketinggian mencapai 6 meter dan memiliki beberapa pintu utama. Tak cukup itu, benteng kota dikelilingi oleh parit yang dalam dengan lebar 3 meter.
Karena ketatnya penjagaan di kota ini, pasukan kaum Muslim hanya bisa mengepung dari luar dan memblokade kota. Pengepungan ini bahkan berlangsung berbulan-bulan, hingga pada suatu malam, intelijen tentara Muslim mengabarkan kalau di dalam benteng sedang berlangsung pesta.
Kesempatan ini digunakan oleh Khalid dan pasukannya untuk menyeberang parit dan memanjat tembok benteng menggunakan tangga-tangga yang panjang. Mereka berhasil menyerang penjaga pintu gerbang dan membuka lebar-lebar pintu tersebut.
Setelah gerbang dibuka, masuklah pasukan Muslim ke dalam kota dan membunuh siapa saja yang mengajak berperang kepada mereka.
Kota Damaskus akhirnya bisa dikuasai oleh pasukan Muslim pada Rajab 14 H, atau 635 M. Penaklukkan kemudian dilanjutkan di beberapa wilayah pedalaman Syam, kecuali beberapa wilayah pesisir. Khalifah Umar bin Khaththab yang mendengar kabar ditaklukkannya Damaskus segera berkirim surat kepada ‘Amr ib al-“Ash untuk segera bergerak menuju Baitul Maqdis.
Ada satu lagi kisah menarik ketika pasukan Muslim membebaskan Damaskus. Ketika itu Kaisar Heraklius, Raja Byzantium, masih berada di Anthiokia, wilayah perbatasan Turki dan Suriah. Setelah mengetahui pasukan Muslim banyak merebut wilayah kekuasaan Byzantium di Syam, ia memutuskan segera keluar dari Suriah menuju Konstantinopel, pusat kekuasaan Romawi.
Tatkala hampir tiba di tanah Romawi, Heraklius berkata, “Selamat tinggal wahai Suriah (Syam). Aku tidak ingin kembali lagi kepadamu untuk selamanya.” Meskipun Heraklius sudah melarikan diri ke Konstantinopel namun kisah pembebasan Baitul Maqdis masih belum selesai. Ketika itu ‘Amr ibn al-‘Ash bersama pasukannya sedang bergerak menuju Baitul Maqdis atas perintah Umar bin Khaththab. Dan, kisah pembebasan Baitul Maqdis ini akan kita lanjutkan pada artikel berikutnya. Nantikan!.*/Mahladi Murni, penulis aktif di MUI Pusat
0 komentar: