Al Kurani: Guru Sultan Muhammad Al Fatih
Semua guru yang mengajar Muhammad Al Fatih menyerah. Kali ini sang ayah membawa guru baru. Di tangan guru kuat, melahirkan murid hebat
Hidayatullah.com | MUHAMMAD Al Fatih adalah salah satu pahlawan Islam yang melegenda. Dialah yang menaklukkan Konstantinopel, kota paling penting saat itu. Berabad-abad lamanya, kota yang indah dan makmur ini telah menjadi simbol kejayaan di mata dunia internasional.
Dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar Theodosius. Sejak didirikan oleh Kekaisaran Byzantium atau Romawi Timur, ia telah menjadi ibu kota pemerintahaan Byzantium, negeri adi kuasa saat itu. Konstantinopel kemudian menjadi salah satu kota terbesar sekaligus benteng terkuat saat itu.
Ia dikelilingi oleh tiga lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu Selat Bosphorus, Laut Marmara, dan Selat Tanduk Emas yang terpasang rantai amat besar. Dikelilingi benteng besar, laut yang dalam dan rantai yang kokoh, setiap sisi Kontantinopel amatlah sulit untuk dimasuki pihak asing.
Namun sejarah mencatat peristiwa besar pernah terjadi 566 tahun lalu. Pada tanggal 29 Mei 1453 kota dengan benteng legendaris yang tak tertembus itu akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad Al-Fatih.
Sultan ke-7 Turki Utsmani itu berhasil memimpin penaklukan Konstantinopel ketika usianya baru 21 tahun. Ia dianggap telah membuktikan hadits yang diucapkan Nabi Muhammad ﷺ pada 8 abad sebelumnya.
لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ
“Sesungguhnya Konstantinopel itu pasti akan dibuka (dibebaskan). Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (Riwayat Bukhari)
Anak Bandel
Tentu saja Al Fatih tak berhasil sendirian. Ada orang-orang hebat di belakangnya. Salah satunya, Ahmad bin Ismail Al Kurani. Ia hafal al-Qur`an bersama tujuh qira’atnya, dibawah bimbingan Ali Az Zain Abdurrahman bin Umar Al Qazwini. Bukan hanya sebatas al-Qur`an dan ilmu qira’at, ilmu-ilmu yang lainnya seperti balaghah, nahwu, fiqih, juga ia dapati dari gurunya itu.
Ulama yang lahir pada 813 H ini juga berguru kepada ulama lainnya seperti Al Jalal Al Halwani. Lalu ia melakukan perjalanan ke Damaskus berguru kepada Ala’ Al Bukhari. Ketika Al Jalal berangkat manuju Bait Al Maqdis, Kurani menyertainya dan masih mengambil manfaat dari gurunya itu. Kemudian Kurani pergi menuju Kairo, berguru kepada Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, juga ulama-ulama lainnya.
Di Kairo, keilmuan Kurani memperoleh perhatian dari penguasa, hingga ia diangkat menjadi guru fiqih di Al Barquqiyah. Ia juga amat dekat dengan Adh Dhahir Juqmaq, pemimpin Mesir kala itu.
Namun, suatu saat, ada perselisihan pribadi antara Kurani dengan Hamiduddin An Nu’mani, yang merupakan keturunan Imam Abu Hanifah, hingga akhirnya perkara itu dibawa ke pengadilan. Hakim yang mengakimi perkara adalah Ibnu Ad Diri yang bermadzhab Hanafi. Kurani diputuskan untuk diasingkan, dan diberhentikan dari Barquqiyah. Kurani diasingkan di Damaskus.
Berhasil Jadikan Al Fatih Hafal Al Qur`an
Kurani memilih melakukan perjalanan ke negeri Rum (Turki), dan memiliki hubungan baik dengan penguasanya, Sultan Murad. Bahkan ia diminta mendidik putra mahkotanya, Muhammad Al Fatih.
Sultan Murad sendiri telah berusaha memberikan pendidikan terbaik kepada putranya itu. Beliau memilih guru-guru khusus yang bertugas mendidik sang anak. Namun para guru gagal mendidiknya dan mereka pun menyerah karena Al Fatih tidak pernah mengindahkan apa yang disampaikan oleh mereka.
Sultan Murad lalu memilih Kurani untuk mendidik sang putra. Tidak cukup menunjuk, bahkan Sultan Murad II memberikan pemukul kepada Kurani, untuk memukul Al Fatih jika ia membangkang.
Kurani memasuki ruang belajar Al Fatih dengan alat pemukul di tangan dan mengatakan, ”Ayahmu mengirimku untuk mengajarimu beserta pemukulnya jika engkau menentang perintahku.” Apa yang terjadi?
Al Fatih malah tertawa mendengar ancaman itu. Namun Kurani sudah mengantisipasi hal itu. Tiada rasa takut karena yang dihadapinya putra sultan, sang guru memukul Muhammad dengan pukulan yang keras hingga akhirnya Al Fatih merasa amat takut terhadap gurunya itu.
Apa yang dilakukan oleh Kurani ternyata membuahkan hasil. Dalam waktu singkat Al Fatih hafal al-Qur`an.
Tidak hanya mengajar, bahkan Kurani menulis sebuah kitab berupa qasidah dalam ilmu al `arudh, yang berjumlah 600 bait. Karya itu diperuntukkan kepada Al Fatih Al Fatih, yang ia beri nama Asy Syafi’iyah fi Ilmi Al ‘Arudh wal Al Qafiyah.
Perselisihan dengan Al Fatih
Setelah Sultan Murad wafat dan digantikan putranya, Muhammad Al Fatih, ia manawarkan guru nya untuk menjadi wazir, namun Kurani menolaknya. Baru setelah ditawarkan kepadanya jabatan qadhi militer, Kurani menerima. Tetapi kemudian, Al Fatih menginginkan Kurani menjadi qadhi di Bursa, sebuah kota di Turki.
Suatu saat, datang surat dari Al Fatih kepada Kurani, dimana dalam surat itu ada perkara yang menyelisihi syariat. Tanpa rasa takut, Kurani langsung merobek surat tersebut. Al Fatih marah dan mencopot jabatan Kurani, sehingga terjadi konflik antar keduanya. Buntut dari persilihan itu, Kurani pergi meninggalkan Turki menuju Kairo.
Pada akhirnya Al Fatih menyesal dengan tindakannya itu, lalu meminta kepada Sultan Qitbay, penguasa Mesir, untuk mengirim Kurani kembali ke Turki. Sang guru balik ke Turki dan kembali menjabat sebagai qadhi. Bahkan Al Fatih mengangkatnya sebagi mufti.
Waktu Hanya untuk Ilmu dan Ibadah
Waktu Kurani hanya digunakan untuk ilmu dan ibadah. Salah satu dari beberapa murid Kurani menyampaikan, suatu malam ia menginap di rumah gurunya itu. Setelah shalat Isya’, ia melihat gurunya membaca al-Qur`an. Ketika terjaga di malam hari, ia masih melihat gurunya membaca al-Qur`an. Saat si murid terjaga ke dua kalinya, ia mendengar gurunya membaca surat Al Mulk. Dan hingga fajar tiba, ia mengetahui sang guru telah selesai menghatamkan al-Qur`an. Si murid bertanya kepada pembantu sang guru. “Demikian itu kebiasaan Syeikh,” kata si pembantu.
Tidak hanya menyibukkan diri dalam ilmu, Kurani ikut serta dalam jihad untuk menaklukkan Konstantinopel, mendampingi Al Fatih.
Jangkauan Ilmu Lebih Jauh dari Jangkauan Pedang
Suatu saat Amir Taimur Khan, salah satu penjabat tinggi negara marah terhadap Kurani, hingga ia merasa jengkel hendak membunuhnya. Ia berkata, ”Namun bagaimana aku membunuh seorang laki-laki yang mana kitab-kitabnya sudah dibaca di berbagai negeri, sedangkan pedangku belum sampai ke sana!”
Kurani memiliki banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu. Di ataranya, tafsir al-Qur`an berjudul Ghayah Al Alamani. Sedangkan untuk Hadits, Kurani mensyarah Shahih Al Bukhari dengan nama Al Kautsar Al Jari. Al Kurani juga memberikan penjelasan terhadap syarh Al Ja`bari (penjelas dari kitab Asy Syathibiyah).
Setelah mengabdikan diri untuk ilmu dan penegakkan keadilan di wilayah kekuasaan Daulah Al Utsmaniyah, Kurani jatuh sakit. Ia merasa ajal sudah dekat. Ia bertanya waktu adzan ashar. Tak lama kemudian adzan ashar berkumandang, dan ketika muadzin selesai menyerukan takbir, Kurani pun meneruskan la ilaha illallah lalu menghembuskan nafas terakhirnya.
Kurani wafat pada 893 H, dan sultan pada waktu itu ikut menshalatkankan jenazahnya.*/Thoriq
Rep: Thoriq
Editor: Bambang S
#
0 komentar: