Kisah Nabi Nuh, Mental yang Kuat dalam Mendidik Anak
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)
Air mulai mengalir dari dalam bumi. Hujan, petir dan badai mengepung kapal Nabi Nuh. Dari atas kapal, Nabi Nuh memperhatikan umatnya yang berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan akalnya. Yaitu, berlari ke gunung yang tinggi agar terhindar dari banjir. Itulah jangkauan akal manusia.
Dari atas kapal, Nabi Nuh melihat putranya yang tengah mendaki gunung yang tertinggi. Nabi Nuh sudah mendapatkan wahyu bahwa dataran akan tenggelam berapapun ketinggiannya. Maka diajaklah sang putra untuk naik ke kapal. Berdoalah Nabi Nuh agar sang putra diselamatkan.
Perjuangan Nabi Nuh untuk menyadarkan, memperbaiki, mendidik dan berdakwah pada putranya. Kasih sayang Nabi Nuh yang terus tercurah dan tak terputus pada putranya. Tak mengenal putus asa untuk mendidik putranya.
Dialog antara Nabi Nuh di atas kapal dengan putranya yang tengah mendaki gunung dengan dilatarbelakangi hujan, angin, badai dan ombak gelombang yang besar, tak menyurutkan ikhtiar Nabi Nuh untuk berdakwah kepada putranya. Doa pun dipanjatkan dengan kesungguhan, kepasrahan dan keikhlasan. Itulah mental mendidik anak yang luar biasa.
Tak ada putus asa dalam berdoa. Tak berhenti berikhtiar apa pun kondisinya sebelum takdir-Nya berlaku. Nabi Nuh terus mendidik putranya hingga Allah memutuskan bahwa putranya bukan keluarganya lagi. Setelah gunung gelombang membatasinya. Setelah suaranya tak lagi bisa didengar oleh putranya. Barulah Nabi Nuh berhenti berdoa dan berikhtiar dalam mendidik putranya.
Nabi Nuh tidak saja memiliki mental yang kuat dalam memperbaiki kaumnya, tetapi juga dalam mendidik putranya. Sang ayah terus berusaha menyelamatkan sang putra agar beriman kepada Allah. Menyadarkan tidak ada keselamatan dan pertolongan kecuali dari Allah. Walaupun banjir, gelombang, hujan, badai dan petir membatasi keduanya.
Kisah Nabi Nuh, sebuah kisah mental dalam mendidik keluarga. Sebelum putranya wafat, berarti pintu doa masih terbuka. Pintu ikhtiar harus terus dilakukan. Tanggungjawab mendidik itu hingga putranya wafat. Walaupun sadar bahwa sang Nabi pun tak bisa memberikan maslahat dan hidayah.
0 komentar: