Saat Nabi Ayub Sakit
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Saat Nabi Ayub sakit, dia hanya berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." Nabi Ayub tidak berdoa sama sekali untuk mengubah keadaan dirinya. Ini bentuk kesabaran atas ujian tersebut.
Nabi Ayub tidak mengusulkan apa pun kepada Tuhannya, sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap Allah. Dia hamba yang sabar yang dadanya tidak sempit karena menerima ujian dan tidak merasa bosan dari penyakit yang menimpanya yang tidak ada duanya sepanjang sejarah.
Nabi Ayub merasa malu memohon kepada Allah agar dikeluarkan dari ujian itu. Dia menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah. Inilah sikap ketentraman dan keyakinannya bahwa Allah mengetahui keadaannya dan Dia tidak butuh kepada pernyataan yang terang dan jelas dari permintaan hamba-hamba-Nya.
Episode kisah Nabi Ayub sangatlah singkat. Setelah berdoa Allah pun berfirman, "Maka, kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakitnya. Dan, Kami kembalikan keluarganya kepadanya. Kami lipatgandakan bilangannya, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami."
Rahmat Allah tercurah disaat musibah terjadi dan setelah musibah berlalu. Dilimpahkan kesabaran dan keyakinan saat musibah terjadi. Diangkatnya musibah dan dilimpahkannya kebaikan di saat musibah berlalu. Itulah rahmat Allah dalam setiap keadaan.
Bagi yang berkomitmen pada keimanan, ujian adalah keniscayaan. Ujian adalah jalan hidup yang harus dilalui. Itulah beban ibadah, aqidah dan iman, agar terlihat yang penuh kesungguhan dan main-main.
Iman adalah amanah, tidak diserahkan melainkan hanya kepada orang yang jujur, mampu menanggung beban dan siap menunaikan kewajiban. Iman itu bukan kata manis yang diucapkan bukan pengakuan sekehendaknya, tetapi harus memiliki kesabaran melewati ujian musibah.
Dikutip dari Tafsir Fizilalil Al-Qur'an
0 komentar: