Arena Keimanan, Bangun Peradaban
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Ini era manusia mudah berjanji dan mudah mengingkari janjinya. Dengan jejak digital kita lebih mudah membongkar para pengingkar janji. Namun mengapa kita masih sangat mudah tertipu oleh janji? Mereka yang tak memiliki karakter kuat akan mudah tertipu oleh janji. Generasi pemalas, generasi korban janji.
Mengapa kita menyandarkan hidup pada orang lain? Mengapa keberhasilan hidup harus disandarkan kepada orang lain? Mengapa kebahagiaan harus disandarkan pada orang lain? Karakter tak berdaya membuat orang mengandalkan orang lain, hingga terbuai oleh janji-janji. Begitulah mengapa janji selalu bisa membuai banyak orang.
Ini era munafikin, semakin melayang khayalan janjinya maka akan semakin dipuja. Para munafikin bekerjasama dengan media dan membeli media, tertutup sudah kebohongan janjinya. Yang membongkar kepalsuan cukup dituduh menebar Hoax, lalu dimasukkan ke penjara. Cukup sudah membungkam sebuah realita. Rakyat terbuai oleh berita kesuksesan. Bergembira dengan kepalsuan. Walau realitanya diselimuti kesulitan. Namun mendengarkan buaian janji sudah cukup untuk mengobati kesulitan hidup. Itulah realita.
Untuk melanggengkan kekuasaan, kadang dengan melanggengkan kemiskinan. Cukup diberi janji dan sedikit akomodasi sebelum pemilihan raya untuk melupakan obralan janji masa lalu. Kemiskinan kadang membuat orang berfikir jangka pendek, tak peduli lagi akan masa depannya. Maka memberikan akomodasi saat pemilihan sebuah cara menghibur dan melupakan derita masyarakat. Itulah mengapa kaum Munafikin selalu menggenggam kekuasaan?
Kemana perginya orang soleh? Mereka sibuk dengan dirinya. Sibuk dengan kebaikan dirinya. Namun tidak sibuk dengan kebaikan masyarakat dan bangsanya. Padahal para ulama dan ustadz para pendahulu seperti Walisongo berjibaku membangun sebuah negara dengan nama Demak, yang kemudian berevolusi menjadi Pajang, Mataram dan beragam kesultanan yang tersebar di Nusantara. Sisanya ada di Surakarta, Jogyakarta dan kesultanan lainnya. Itulah perjalanan para Wali membangun bangsa melalui kekuasaan.
Para pendiri Nahdulatul Ulama, Muhamadiyah, Persis, PUI, Al-Irsyad adalah sebuah cermin bagaimana para ulama merubah dakwah mimbar dan ceramah menjadi meleburkan diri ke dalam hati dan jiwa rakyat. Masyumi sebuah cermin para ulama memperbaiki bangsa melalui kekuasaan. Akankah muncul kembali generasi yang jiwa dan hatinya bersama masyarakat? Bukan menikmati kekayaan dan kekuasaan dengan membangun menara gading kemegahan?
Sudah saatnya setiap anak bangsa membuat satu persatu mercusuar peradaban. Membangun kerajaan bisnis yang menggurita. Membangun pendidikan yang berkarakter. Membangun berbagai lembaga dan perusahaan untuk rakyatnya, bukan untuk kepongahan dirinya. Bukti kesolehan bukan sekedar berada di masjid dan majelis taklim, tetapi membangun peradaban iman disemua sektor profesi dan seluruh sektor kehidupan. Itulah pembuktian iman yang sesungguhnya.
0 komentar: