Takdir Sejarah Kristen dalam Al-Qur'an
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Semua peristiwa dan hukum yang ada di kehidupan ini, hanya mendetailkan apa yang sudah tertulis di Al-Qur'an. Rentetan sejarah manusia hanya tafsiran dan penjelasan komprehensif dari Al-Qur'an. Al-Qur'an hukum keabadian yang sangat mudah dipahami manusia.
Ada hukum tersendiri bagi Nasrani yang telah menyembunyikan dan mengabaikan kitabnya. Yaitu perpecahan abadi hingga hari Kiamat. Ibnu Katsir, mengamati fenomena ini. Di eranya, telah terjadi perseteruan yang tajam diantara sekte-sekte Nasrani.
Ketika perang Salib, kerajaan Binzyantium dan Roma saling bertempur. Roma menyerbu Binzyantium karena tidak mau berkoalisi dalam perang Salib. Paus mengerahkan kerajaan Roma. Namun Patrick sebagai petinggi Nasrani di Binzyantium tidak mengijinkannya. Untuk itulah Shalahuddin Al Ayubi membuat perjanjian kerjasama dengan Binzyantium dalam menghadapi serbuan tentara Salib yang dikerahkan oleh Paus.
Saat Amr bin Ash membebaskan Mesir. Pemeluk Nasrani Koptik Takdir Mesir justru berpadu bersama Muslimin mengalahkan Romawi. Sebab, petinggi Romawi yang Nasrani justru menjajah sesama Nasrani sendiri. Memahami keadilan pemimpin Muslimin, pemeluk Nasrani Koptik justru merasa merdeka dibawah lindungan Khalifah Islam.
Saat Jafar bin Abdul Muthalib, pamannya Rasulullah saw, berhijrah ke Habasyah. Terjadi perseteruan antara raja Najasi yang saat itu masih Nasrani dengan para pemuka agama Nasrani. Pemuka agama Nasrani melakukan pemberontakan untuk menjatuhkan raja Najasi. Penyebabnya, mereka tidak menyetujui sikap raja Najasi soal Kenabian Isa bin Maryam yang menurut pemuka Nasrani adalah tuhan.
Menurut intelektual Inggris abad ke-18 Edward Gibbon, perkembangan ajaran Kristus adalah salah satu faktor yang membawa Imperium Romawi ke jurang kehancuran. Dalam The History of the Decline and Fall of the Roman Empire (1776), Gibbon menjelaskan bahwa ambisi orang Romawi terhadap kekayaan dan kejayaan duniawi adalah akar dari dominasinya di Eropa. Ambisi itu lalu memudar oleh doktrin Kristen tentang kehidupan setelah kematian dan kebahagiaan surgawi.
Saat Andalusia berhasil dihancurkan oleh Ratu Isabel dan Ferdinand. Paus membagi dunia menjadi dua. Dibagi peta dunia kepada Portugis dan Spanyol. Namun Portugis dan Spanyol bertempur di Nusantara di kepulauan Maluku untuk memperebutkan rempah. Setelah Spanyol hengkang, datanglah Belanda yang berperang dengan Portugis. Saat Portugis kalah, Portugis meminta Belanda agar yang beragama Kristen Katolik diberikan kebebasan beragama seperti Kristen Protestan.
Perang Tiga Puluh Tahun atau "The Thirty Years Wars" merupakan salah satu peristiwa yang turut berkontribusi dalam perkembangan seni diplomasi berpolitik. Pemantik terjadinya perang disebabkan karena adanya permasalah agama. Saat itu terdapat dua agama besar, yakni Katolik dan Protestan, keduanya saling bersaing untuk menunjukkan kekuasaan serta kekuatan masing-masing. Konflik ini terjadi dalam empat fase, yakni Bohemian Phase, Danish Phase, Swedish Phase, dan French Phase.
Ketika perang Salib, kerajaan Binzyantium dan Roma saling bertempur. Roma menyerbu Binzyantium karena tidak mau berkoalisi dalam perang Salib. Paus mengerahkan kerajaan Roma. Namun Patrick sebagai petinggi Nasrani di Binzyantium tidak mengijinkannya. Untuk itulah Shalahuddin Al Ayubi membuat perjanjian kerjasama dengan Binzyantium dalam menghadapi serbuan tentara Salib yang dikerahkan oleh Paus.
Sejarawan Kanada, Graham E Fuller memaparkan fakta historis, Eropa mengalami keterpecahan Katolik Roma dan Ortodoks. Endapan perasaan-perasaan ini merupakan bahan bakar untuk konflik ratusan tahun ke depan. Bahkan, ketika Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mahmed pada 1453, orang Kristen Ortodoks “beruntung” dikalahkan Muslimin bukan orang Latin yang Kristen. Sebab, mereka tahu, gereja-gereja Ortodoks akan tetap hidup di bawah Muslim.
Perang Salib tetap akan terjadi sekalipun Islam tidak pernah ada. Perang yang dipicu pidato Paus Urbanus II dalam Konsili Clermont 1095 sebenarnya tidak ada penyebutan satu kali pun “Islam” atau “Muslim”, melainkan hanya “orang kafir.” Sebutan yang sesungguhnya tidak jelas batas-batas referensinya karena bisa merujuk pada siapapun yang dianggap berbeda.
Bisa jadi harapan dari Perang Salib sebenarnya adalah mengembalikan kesatuan Gereja antara Timur dan Barat.
Buya Hamka dalam bukunya Islam, Ideologi dan Revolusi, banyak memaparkan konflik Internal yang terjadi dikalangan agamawan Kristen dan pertempuran berdarah sesama pemeluk agama Kristen. Serta penyebab beragam landasan revolusi di benua Eropa. Takdir ini akan berlaku juga pada Muslimin bila bersikapnya sama dengan kaum Nasrani.
0 komentar: