Seni Beristiqamah
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Semakin panjang usia, semakin sulit beristiqamah. Ada kisah rahib Bani Israel yang sudah beribadah 100 tahun, namun di usia 100 tahun itulah dia terjerumus pada dosa besar. Ya Allah, panjang usia bila bertambahnya usia semakin mencintai dan merindukan-Mu. Wafatkanlah bila bertambahnya usia justru bertambah kedurhakaan kepada-Mu.
Ketaatan, ketundukan dan penghambaan diri kepada Allah, bukan semata kerja keras dan perjuangan kita sendiri. Allahlah yang memberikan hidayah. Allahlah yang membimbing. Allahlah yang menggerakkan. Sedikit andil kita. Bila semua ibadah karena perjuanganmu, disitulah muncul rasa sombong dan bangga. Disitulah awal penggerogotan istiqamah.
Bukankah Abu Thalib yang telah berjuang bersama Rasulullah saw tidak mendapatkan hidayah? Bukankah ada seorang Sahabat yang berjuang bersama Rasulullah saw akhirnya murtad di tangan Musailamah Al Khazab? Bukankah ada yang berjuang dan berhijrah bersama Rasulullah saw akhirnya tak diterima amalnya? Kita harus lebih takut dan lebih berharap kepada Allah ketika dalam ketaatan. Kita harus lebih bergantung kepada Allah ketika dalam beribadah. Inilah seni menjaga keistiqamah.
Syetan takkan ridha dengan ketaatan seseorang. Semua strategi diluncurkan untuk menjerumuskan. Bila sudah mencapai ketaatan tertentu, bersiaplah menghadapi godaan dan bisikan syetan yang baru, yang lebih menipu, lebih halus kamuflasenya, lebih tak terasa bisikannya. Hingga merasa dalam ketaatan namun sebenarnya penyimpangan. Inilah seni menjaga kewaspadaan seperti yang didefinisikan oleh Umar Bin Khatab bahwa takwa adalah kehati-hatian.
Ketaatan bukanlah level tertinggi, bukan pula perhentian terakhir. Bila ini ada, bersiaplah keistiqamah akan tercabut tanpa sadar. Ketaatan dan penghambaan adalah ungkapan rasa syukur. Bila rasa syukur sudah ada, maka kita harus bersyukur atas dilimpahkan rasa syukur oleh Allah. Bersyukur atas rasa syukur. Beristighfar atas istighfar kita, itulah ungkapan Al Adawiyah.
Agar tak terjebak pada stagnasi ibadah, maka ada rukun Iman, rukun Islam, bila sudah meraih seluruhnya apakah ada Ihsan dalam jiwa kita? Bila sudah meninggal yang haram, apakah bisa meninggalkan yang makruh? Apakah sudah bisa meninggalkan yang subhat?
Bila sudah meraih yang halal, apakah sudah berhati-hati terhadap yang halal? Sudahkah mencapai kewaraan? Para Sufi mencoba membuat maqam dalam ibadah dari syariat, hakikat lalu hakikat? Imam Al Ghazali membuat tangga-tangga ketaatan seseorang dalam kitab Minhajul Abidinnya. Ibnu Qayyim membedah tingkatan ibadah dalam kitab Madarijus Salikinnya. Tak ada tempat perhentian terakhir dalam ketaatan. Karena perhentian terakhir adalah melihat wajah Allah. Inilah seni beristiqamah.
0 komentar: