Menjadi Ulama Merdeka Bukan Koruptor Ruhani
Ulama pewaris para Nabi. Mereka tidak boleh menyembunyikan kebenaran. Mereka wajib menerangkan yang sebenarnya. Kalau tidak, maka mereka telah khianat atau membawa kebinasaan.
Ilmu pengetahuan dengan sendirinya membentuk akhlak, karakter, mental dan moral. Hal-hal ini telah diberikan contoh teladannya oleh ulama salaf yang mulia. Keempat Imam ikutan umat Islam yaitu Imam Malik, Hanafi, Syafii dan Hambali, semuanya telah menjadi korban keyakinan kepada ilmu.
Imam Malik pernah didera dengan cemeti, dan dia ditahan. Namun dia tidak mau beranjak dari yang diyakininya. Imam Hanafi mati dalam penjara karena tidak mau menerima jabatan dari khalifah Bani Abbasiyah.
Imam Syafii pernah dirantai tangan, leher dan kaki, lalu digiring dari Yaman ke Baghdad karena fitnah. Imam Hambali pernah meringkuk dalam penjara 30 bulan karena tidak mau dipaksa mengubah keyakinannya bahwa Al-Qur'an adalah Kalam Allah.
Ibnu Taimiyah masuk penjara di Mesir 18 bulan, kemudian masuk penjara di Damaskus 5 bulan, sampai meninggal dalam penjara itu sebab tidak mau mengubah pendapatnya yang berbeda dengan ulama resmi kerajaan.
Apa sebab mereka berkeras sampai bersedia disiksa, diazab, dan dipenjarakan, atau dibuang dari negari, sebagaimana Imam Nawawi dan beberapa yang lainnya? Karena tidak boleh menyembunyikan kebenaran.
Setiap ulama telah diambil janji oleh Allah, bahwa isi Al-Qur'an tidak boleh disembunyikan, walaupun jiwa tantangannya. Bila ada yang menyembunyikannya, karena takut ancaman, berarti telah melemparkan Al-Qur'an kebelakang punggung, karena mengharapkan harga sedikit. Itulah kebinasaan, kecurangan dan kejahatan, yang demikian itu adalah "korupsi ruhani" yang amat berbahaya.
Banyak ulama salaf yang menjauhkan dari istana. Sufyan Tsauri selalu menjauhkan diri dari Istana khalifah Bani Abbasiyah walaupun berkali-kali dicari untuk diangkat menjadi pejabat negara. Imam Hanafi memilih menjadi saudagar kain, menjaja kian kemari, mendapatkan keuntungan halal untuk belanja sehari-hari daripada diberi jubah anugerah raja, tetapi hilang kebebasan.
Sufyan Tsauri berpesan pada muridnya, Yusuf bin Asbath, "Bila ulama telah menyandarkan diri pada sultan, ketahuilah bahwa dia adalah pencuri besar. Bila menyandarkan pada orang kaya, ketahuilah bahwa dia pencuri muka. Dan jangan sampai tertipu ucapan mereka yang berkata, 'Kita mendekati sultan untuk menangkis kezaliman dan mempertahankan orang yang teraniaya.' Itu cuma perdayaan iblis saja."
Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP
0 komentar: