Menghakimi Atas Nama Keluasan Ilmu
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Tanda kebahagiaan di surga itu tidak ada perkataan yang tidak berguna. Perhatikan di era sekarang? Berita dan Medsos penuh dengan pertengkaran, persengketaan, caci maki, pertentangan, kegaduhan dan keributan. Bahkan Itu pun terjadi antar pelaku yang mengusung dakwah.
Ucapan di Surga adalah salam, tasbih, dan tahmid. Yang berorientasinya akhirat, hati dan lisannya akan dipenuhi salam, tasbih dan tahmid. Mengapa justru habis dengan pertengkaran mazhab dan pergerakan yang mengatasnamakan dalil lebih kuat dan shahih?
Menurut Buya Hamka, semua pendapat ulama adalah Zani bukan Qathi, urusan cabang bukan pokok dan rukun. Mengapa saling membela dan menjatuhkan yang bukan pokok dan rukun dengan membabi buta? Padahal ukhuwah islamiyah sesuatu yang pokok dan rukun.
Bila lisan masih menghujat muslimin karena perbedaan yang bukan rukun dan pokok. Bila lisan terus asyik dengan perdebatan dan perseteruan antara mazhab, pergerakan dan organisasi. Padahal nanti kita berharap dikumpulkan bersama Rasulullah saw. Tidakkah malu kepada Rasulullah saw?
Bila lisan terus menikmati perseteruan, bersegera introspeksi diri. Ada penyakit hati. Ada kekerasan hati. Ada kerusakan hati yang tertutupi oleh indahnya dalil-dalil agama yang meluncur dari lidah-lidah yang penuh dengan pengetahuan agama. Apakah pengetahuan dan kumpulan kitab yang membawa pada kebaikan?
Ahlul Kitab tempat bertanyanya kafir Quraisy. Setiap ada persoalan mereka mendatangi Ahlul Kitab yang sudah diberikan anugerah pengetahuan Taurat dan injil. Namun bagaimana sikapnya ketika kebenaran itu datang dari bangsa yang tidak pernah diprediksinya? Ahlul Kitab seperti keledai yang membawa kitab. Banyak pengetahuan tetapi tak berguna.
Ilmu manusia sangat terbatas. Namun selalu merasa paling pintar dan luas ilmunya dalam kebodohannya. Bukankah dalam luasnya ilmu ada keterpedayaan dan ketertipuan juga? Bukankah dalam kepintaran manusia ada kebodohan yang terus menggelayutinya?
Banyaknya kitab dan referensi yang dibaca. Banyaknya guru-guru yang didatangi dan didengarkan. Tidak akan pernah bisa menghapuskan kebodohan manusia. Perhatikan fenomena lahirnya beragam mazhab fiqh, teologi dan tasawuf, semua tanda masih banyak sisi yang harus dijawab dan tak terjawab dalam menghadapi kehidupan ini.
Perhatikan bermunculannya banyak teori dan teknologi, menandakan bahwa warisan ilmu pengetahuan dan teknologi generasi terdahulu tak bisa menyelesaikan persoalan manusia di era sekarang. Butuh pembaharuan dan penyempurnaan yang tak terhenti.
Sepanjang zaman, manusia tetap bodoh, walaupun telah menghimpun, mendokumentasikan dan mengamalkan keilmuan yang ada sejak manusia ini ada di muka bumi. Karena rahasia alam semesta dan kehidupan takkan bisa dipecahkan oleh akal dan ilmu.
Bukankah manusia pelupa? Bukankah banyak ilmu yang tak terwariskan, seperti ilmu manusia di era Nabi Sulaiman yang bisa memindahkan Istana ratu Balqis sebelum mata berkedip? Bila seperti itu mengapa saling menjatuhkan atas nama kepintaran ilmu?
0 komentar: