Judul Buku : Akhlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani
*Membersihkan Diri*
Hanotaux, seorang ahli filsafat bangsa Perancis me negaskan bahwasanya suatu pemerintahan yang meng izinkan alkohol masuk ke dalam negerinya, niscaya akan mencelakakan rakyatnya sendiri.
Oleh sebab itu, sebelum jatuh pada bahaya khamr, candu, berjudi, pelacuran, dan lintah darat, hendaklah orang menjaga dirinya baik-baik, menahan syahwatnya, menjaga kehormatannya, bahkan menjaga keturunannya agar tidak binasa lantaran segala kejahatan itu.
Penulis pernah bertemu dengan seseorang yang terjerat ke tangan lintah darat, berutang dan tidak dapat membayarnya kembali sehingga utang itu berlipat ganda besarnya. Lebih 15 tahun dia berutang kepada lintah darat itu, belum juga dibayar. Saat dia telah pensiun tentu utang itu tidak juga akan terbayar, padahal kesanggupan membayar pun tidak ada lagi, sampai matinya kelak sudah sepuluh tahun pula di dalam kubur barulah utang itu akan lunas dibayar, itu pun jika masih dibayar oleh ahli warisnya.
Menghabiskan uang di meja judi artinya membayar bagian uang yang sedianya untuk menafkahi dan mendidik anak.
Maka obat untuk menahan syahwat itu ialah dengan kemauan yang keras, jujur, dan menahan diri saat hampir tersesat kepada kejahatan itu.
J.J. Rousseau, ahli filsafat Perancis berkata, "Manusia itu tidak sanggup menahan syahwatnya jika tidak diperangkan di antara satu dengan yang lain." Misalnya, seorang yang gemar betul pergi ke tempat-tempat maksiat atau main perempuan. Lawanlah kebiasaan itu dengan menahan diri membaca buku yang bernilai atau ke tempat-tempat pameran barang keramik, lukisan, dan barang-barang kerajinan. Jika sekiranya dia senang melihat film yang mempertontonkan perempuan setengah telanjang dengan tari-tarian yang menyerupai orang gila, warisan dari bekas budak-budak bangsa Negro di Amerika, hendaklah pada malam itu juga coba menonton film sejarah yang banyak mengandung pelajaran. Jika dia suka membaca buku-buku cabul, coba ditukar membacanya dengan buku-buku pelajaran yang bermu ltu dan berisi kehalusan budi dan peradaban. Itulah tafsir dari perkataan Rousseau.
Bukan raja diri itu harus dijaga jangan sampai tersesat kepada minuman keras, candu, dan yang kita sebutkan di atas, tetapi hendaklah dijaga pula minuman, makanan, pakaian, dan kediaman, yang semuanya itu menyehatkan dan cocok bagi diri sendiri. Bersih dan tangkas yang perlu, bukan gagah dan mahal.
Yang harus diperhatikan pula ialah kebiasaan menabung. Ada anggapan dari para ahli bahwa bangsa kita, Indonesia, adalah bangsa yang tidak suka menabung. Bangsa Eropa suka menabung karena berhubung dengan hawa udara negerinya. Tiap-tiap bulan, sebagian dari penghasilannya dijadikan simpanan supaya kelak di musim dingin mereka serumah beristirahat ke tempat tempat yang indah bersantai, berekreasi, beranak-anak, serumah-rumah, semuanya dari uang simpanan. Amat susah orang yang tidak ada simpanan di waktu yang sangat perlu dan dibutuhkan.
Seorang teman berkata, "Pada suatu hari saya datang kepada majikan saya, orang asing, meminjam uang untuk ongkos istri yang melahirkan. Majikan itu berkata, "Mengapa engkau meminjam, tidaklah engkau menabung?" "Saya tidak ingat, Tuan." Jawab saya, "Bagaimana engkau tidak ingat, mestinya sejak bulan pertama istrimu mengandung, engkau sudah tau bahwa sembilan bulan lagi engkau akan mempunyai anak?"
Janganlah kita menyangka bahwa kita suci dari aib dan cela, jangan kita menyangka bahwa kita tidak berdosa. Ketahui dan sadarilah kelemahan kita bahwa bukanlah manusia itu suci dari dosa, ikhtiar manusia ialah mengurangi dosa dan menyucikan. Bagaimana akan disucikan jika sekiranya barang itu telah bersih? Satu perkara lagi yang menjadi hak atas diri kita sendiri, yaitu mengetahui kelemahan sebagai manusia.
Mengetahui kewajiban kepada diri dan kepada seisi alam adalah langkah pertama di dalam langkah hidup kita di samping mengetahui agama yang hak, membentuk dan memperhalus perasaan. Setelah itu hendaklah diingat betul hubungan kita dengan masyarakat.
Barang yang diketahui jangan disimpan dan disembunyikan dari masyarakat karena ilmu itu bertambah, dikembangkan, dan tidak bertambah susut, tetapi bertambah tersiar, membawa faedah kepada yang empu nya.
Alhasil, simpulan segala perkara ialah mendidik diri dan memperhalus perasaan, sama tengah, sederhana di dalam tiap-tiap perkara, cinta pada kebenaran hakikat, kebaikan, keutamaan, dan menjaga martabat. Mendidik kemauan yang kuat, betul, dan berani di dalam keyakinan, serta dapat membedakan antara suatu kekuatan yang timbul dari iradah dengan sesuatu kekuatan dan yang kedua pangkal celaka.
Jika kita jatuh bukanlah dijatuhkan orang lain, tetapi lantaran salah kita sendiri. Untuk meningkat jenjang
naik amatlah sukar, tetapi jatuh itu sangat mudah dan naik yang kedua lebih pula susahnya dari naik yang pertama. Padahal kita singgah ke dunia ini hanya sekali. Sebab itu ada satu pepatah dari ahli syair Arab yang patut diperhatikan.
"Jika tidak engkau jaga yang hak diri engkau, sia-sia kan hak itu, orang lain pun akan menyia nyiakannya lagi. Oleh sebab itu, jagalah dirimu baik-baik. Kalau sekiranya banyak tempat yang tersedia dan diperebutkan, pilihlah tempat lain yang lebih lapang."
Pepatah Melayu pun ada,
"Awak di baju buruk awak, gantungkanlah hampaikanlah Awak di laku buruk awak, tanggungkanlah rasaikanlah"
"Manusia seribu di antara mereka bagai seorang. Tapi seorang bagai seribu jika perintahnya diperhatikan.
Bencana akal adalah hawa nafsu. Barangsiapa yang dapat mengendalikan hawa nafsu, niscaya selamatlah akalnya.
Percayalah akan kesabaran yang baik, karena itu sangat mencegah kehendak yang dituruti orang-orang berakal.
Janganlah kau heran akan perusak bagaimana jatuh terjerumus.
Namun heranlah akan penyelamat bagaimana ia selamat.
Sesungguhnya seseorang adalah pembicara sesudahnya
Maka jadikan pembicara yang baik di telinga pendengarnya."
0 komentar: