Surabaya Menangis, Saat Pahlawan Dipindahkan. Bagaimana Fir'aun?
Surabaya di pertengahan 1962, ketika itu musim panas. Hujan sudah lama tidak turun. Pemerintah di waktu itu sedang memindahkan kuburan para pahlawan tanah air yang gugur ketika diserang Inggris, Oktober 1945.
Suatu keajaiban terjadi. Seluruh kota Surabaya sehari itu diliputi mega mendung. Hujan rintik-rintik kecil turun, tetapi tidak ada hujan lebat. Demikian dari pagi hingga petang hari. Sampai selesai memindahkan jenazah.
Dan besoknya, Surabaya meneruskan lagi musim panas yang terik itu, menyambung musim panas yang telah berjalan sebulan dua sebelumnya. Lembabnya udara, mendung yang meliputi langit, dan sekali-kali kedengaran guruh tohir mendayun-dayu memperdalam rasa sedih penduduk Surabaya yang turut mengalami ketika Surabaya diserang.
Itulah tanda "tangis langit dan bumi". Semua bertanda bahwa mereka adalah syuhada sejati. Bagaimana alam menyambut kematian Firaun?
Tenggelamnya Fir'aun yang menganggap dirinya penting, diiringkan oleh beribu-ribu bala tentaranya, tidak sedikit juga ada kesannya kepada alam ini. Malahan dapatlah dibayangkan bahwa setelah laut yang belah itu bertaut kembali dan Fir'aun bersama bala tentaranya telah tenggelam, laut itu tenang, seperti tak pernah ada kejadian apa-apa.
Kehilangan satu Fir'aun bahkan dengan seluruh bala tentaranya yang besar, tidak menyebabkan langit dan bumi menangis.
Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 8, Buya Hamka, GIP
0 komentar: