Musa bin Nusair, Panglima yang Setia Hingga Mati
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati l)
Dengan alasan sakit hati banyak yang akhirnya berpisah dengan organisasi. Dengan alasan jasanya sangat besar namun tak dihargai, lalui diberhentikan, akhirnya memisahkan diri dengan organisasi? Sebegitu hebatkah jasanya?
Jiwa besar tak butuh pengakuan. Tak butuh penghargaan. Tak butuh ucapan terimakasih. Jiwa besar berkarya hanya untuk memelihara amanah potensi dirinya sendiri. Potensi diri harus diberdayakan.
Musa Bin Nusair panglima perang yang berhasil membebaskan Afrika Utara dan Andalusia. Musa memulai kiprahnya dari Mesir, ke Aljazair lalu menyeberangi lautan menuju Andalusia. Thariq bin Ziyad adalah anggota pasukannya yang mampu menaklukan Andalusia. Strateginya, membakar kapal perangnya, agar seluruh pasukannya fokus menghadapi pasukan Spanyol.
Ditengah deretan prestasinya. Musa Bin Nusair dipecat sebagai panglima karena dikhawatirkan makar. Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik termakan hasutan. Sang khalifah ingin menyalibnya karena dianggap ingin memberontak. Saat proses penyaliban akan berlangsung, Umar Bin Abdul Aziz memberikan masukan ke khalifah, bahwa Musa Bin Nusair seorang yang taat kepada khalifah. Beliau tak mungkin berkhianat. Akhirnya sang khalifah menuruti saran Umar Bin Abdul Aziz.
Yang dianggap makar tidak saja Musa Bin Nusair tetapi juga putranya yang bernama Abdul Aziz bin Musa. Padahal anaknya orang yang bertakwa dan taat pada khalifah. Namun karena hasutan, sang khalifah membunuhnya. Jasad anaknya, dia sendiri yang membawa dan menguburkannya. Bagaimana bila kita sebagai Musa Bin Nusair?
Dipecat tanpa kesalahan. Anaknya dibunuh tanpa kesalahan. Semua karena hasutan. Bila kita sebagai Musa Bin Nusair, apa yang akan dilakukan? Kekayaan Musa Bin Nusair melimpahkan. Budaknya mencapai 1 juta orang. Bila digerakan, bisa saja untuk melawan sang khalifah? Apa yang dilakukannya?
Musa Bin Nusair berkata, "Sampai hari kiamat aku takkan melakukan gerakan pembangkangan terhadap khalifah. Aku tidak ingin meninggalkan jamaah." Ini kata sakti luar biasa. Dia tetap tunduk pada khalifah.
Musa Bin Nusair sangat kecewa pada keputusan Khalifah atas diri dan anaknya. Apakah egois diri didahulukan untuk menghancurkan kestabilan dan keutuhan? Apakah sakit hati pribadi didahulukan daripada kelangsungan negri? Musa Bin Nusair tetap kokoh bersama Khalifah, seperti tak ada masalah antara dirinya dan khalifah. Bagaimana dengan kita yang kadang merasa berjasa besar terhadap organisasi sehingga sangat wajar menuntut organisasi? Kadang merasa jasanya lebih hebat daripada jasa organisasi pada dirinya sendiri?
Mari berkaca pada Musa Bin Nusair. Sebuah kisah panglima perang penakluk dunia yang tak pernah takluk dengan sakit hati dan kekecewaan dirinya.
0 komentar: