Muhammad bin Qasim, Ikhlas Ujian Sepanjang Rentang Waktu
Oleh: Nasruloh Baksolahar
Ujian keikhlasan sebuah rentang waktu yang tidak pernah berhenti. Ujian keikhlasan ada di awal, di tengah, di akhir, bahkan setelah jauh waktunya dari amal yang telah dikerjakan. Sebelumnya nyawa terpisah, ujian keikhlasan akan selalu digugat dan dihembuskan untuk menghancurkan nilai sebuah karya.
Karynya luar biasa, dikagumi banyak orang. Apakah dikagumi oleh para malaikat dan Maha Pencipta? Maha karya kadang tak dibarengi kebesaran jiwa dan kesucian jiwa. Berkarya memang penuh ujian. Tidak berkarya membuat diri tak pernah ditempa ujian. Lebih berkualitas mana?
Muhammad bin Qasim pembebas Sindh atau India. Berjuang Dengan keberanian dan kegagahan. Mencurahkan waktu, pikiran dan segala hidupnya. Saat prestasinya tertoreh luar biasa, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, memecatnya dan mempenjarakannya. Bisa jadi beliau ikhlas berjuang di awal dan sepanjang perjuangan. Namun kemudian di penjara dan dipecat di akhirnya? Bagaimana seandainya kita adalah Muhammad bin Qasim?
Mengapa banyak orang hebat dikecewakan di akhirnya? Allah ingin melihat untuk siapa amalnya. Allah ingin melihat keikhlasan dan kesungguhan amalnya di setiap waktu dan moment kehidupannya. Untuk siapa hidupnya, dirinya atau Allah?
Allah menguji keikhlasannya dalam menuntut ilmu. Bagaimana bila sorang guru harus mengakui keluasan ilmu murid yang dulu pernah diajarkan? Ikhlas dalam mengajar dan ikhlas dalam mengakui keluasan ilmu orang lain. Keduanya harus berpadu agar tidak ada ruang ketidakikhlasan. Ini terjadi saat salah satu guru Imam Bukhari akhirnya tak mengakui keluasan ilmu muridnya.
Imam Syafii memiliki dua orang murid di Mesir. Namanya Buwaith dan Abdullah. Sama-sama pintar dan Shalih. Sama-sama diamanahi menggantikan sang Imam di halaqahnya bila sang imam berhalangan. Keduanya berilmu luas dan dalam pemahamannya. Namun sang imam membaca kejernihan muridnya Buwaith. Saat sang imam akan wafat, halaqahnya diserahkan ke Buwaith. Bagaimana dengan Abdullah?
Abdullah sakit hati. Menebarkan fitnah hingga Buwaith ditangkap dan dipenjarakan. Abdullah diangkat menjadi Qadhi. Selama di penjara, Buwaith tak diijinkan shalat berjamaah. Keluasan dan pemahaman ilmu kadang tak berbanding lurus dengan keikhlasan. Ilmu kadang hanya jadi khazanah pengetahuan. Jadi kebanggaan seperti kekayaan semata.
Lihatlah hidup dari kacamata Allah. Jangan melihat hanya hubungan dalam organisasi dan lembaga. Jangan melihat hubungan antar manusia saja. Bertanyalah, mengapa Allah mentakdirkan sesuatu di moment kehidupan kita? Apa yang ingin dilihat Allah dari sikap kita terhadap takdir-Nya? Apa rencana Allah dari takdir-Nya? Inilah cara melihat semua moment kehidupan. Bukan lagi hubungan organisasi dan kelembagaan. Bukan lagi hubungan antar manusia atasan dan rekan organisasi.
Sakit hati dan kecewa, lahir karena kacamatanya masih tentang dirinya. Kepentingan diri, kebanggaan diri. Bukan sekenario Allah untuk melihat gejolak hati terhadap apa yang menimpanya. Bukan untuk melihat kejernihan hati atas semua karya-karyanya.
Jangan merasa Allah membiarkan diri kita. Sebelum diuji dengan beragam ketercamukan kecewa dan sakit hati dari penghargaan orang terhadap karya kita.
0 komentar: