Menyatukan, Bisa Berulangkah?
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Mengapa hati mudah terbelah? Mengapa hati sulit disatukan? Mengapa langkah sulit berderap seirama? Mengapa perselisihan mudah tersulut? Mengapa perpisahan lebih mudah terucap padahal seruan persatuan yang sering disuarakan? Seperti inikah karakter manusia?
Entah kapan gelora merdeka atau mati berkumandang lagi untuk menyatukan? Entah kapan takbir Allahu Akbar menggerakkan seluruh potensi? Entah kapan ulama dan pemimpin beriring sejajar bergandengan tangan lagi? Entah kapan kebersamaan hadir kembali?
Kapankah hadir kembali perjuangan yang tidak memperdulikan posisi? Kapankah misi perjuangan hanya untuk berkontribusi? Kapan hadir kembali ketika jerih payah hanya untuk mewujudkan mimpi peradaban? Kapankah ketika nurani dan iman menjadi penggerak bukan lagi perintah dan kewajiban?
Kapankah seorang yang berdiam diri bersedih karena tak bisa bergerak bersama? Kapankah seorang rela berkorban walau yang dimilikinya hanya sesuap nasi? Kapankah orang yang berdiam diri merasa merugi?
Hati ini penuh bisikan dan prasangka. Pikiran ini penuh ketercamukan. Jiwa ini lebih sering menyuruh kepada keburukan. Setiap orang memiliki obsesi dan kepentingan. Apakah tak bisa disatukan? Bukankah dzikir dan shalat selalui mewarnai untuk mengobati jiwa? Bukankah puasa untuk mengelola bisikan hawa nafsu? Bukankah Al Quran dan As Sunnah selalu dibaca untuk meluruskan kebengkokan jiwa, hati, pemikiran, perasaan dan emosi? Lalu mengapa masih berselisih?
Di surga itu tidak ada perselisihan. Setiap pertemuannya selalu disapa dengan, "assalamualaikum." Salam sejahtera, salam keselamatan. Saling mendoakan kebaikan dan keberkahan. Bukankah itu sudah dilakukan di dunia ini? Mengapa salam yang begitu agung tidak bisa menyatukan hati? Mengapa tak berlomba untuk mewujudkan kebaikan bagi orang lain? Mengapa masih berbicara tentang egosentris diri dan kelompok?
Bukankah akhir semua manusia adalah kematian? Bukankah akhir obsesi manusia adalah keridhaan Allah? Bukankah akhirat adalah tempat kembalinya kita semua? Bukankah kita ditanya tentang perlakuan terhadap sesama? Bukankah kambing yang berkelahi saja dimintai pertanggungjawaban? Mengapa kita terus berselisih atas nama egosentris?
Bukankah manusia ditakdirkan untuk berbeda? Ditakdirkan bersuku-suku? Ditakdirkan berbangsa-bangsa? Semua untuk saling mengenal, memahami, bekerjasama dan saling menopang, begitulah tujuan hukum perbedaan yang Allah kehendaki dari kehidupan ini. Mengapa berbeda untuk menyerang dan menghilangkan? Apa bedanya dengan binatang?
Mungkin jiwa manusia bagaikan samudera dalam dan luas yang sulit dipahami. Mungkin pemikiran manusia terlalu jauh menerobos semesta yang tak betepi. Mungkin kepentingan manusia seperti siluman yang tak terlihat dan tak terduga arah dan tempatnya. Namun bukan kitab suci untuk memperbaiki semuanya? Persoalan sebenarnya keegoan diri yang besar. Merasa diri lebih hebat dari Tuhan sehingga tak mau tunduk dan ingin bebas dengan ikatan hawa nafsu diri.
Kitab Suci hadir untuk mengelola keegoan agar berada diposisi sebenarnya. Kitab Suci dihadirkan untuk mengelola kepentingan, obsesi, jiwa dan kehidupan agar semuanya terarah pada satu tujuan bersama. Saat kita mengabaikannya, permusuhan dan pertentangan yang terjadi.
0 komentar: