Malam, Mengejar Ketertinggalan
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Malam untuk tidurkah? Siang untuk beraktivitaskah? Umar Bin Khatab sangat sulit membagi waktu tidurnya. Jarang berbaring menikmati tidur sambil berbaring. Tidurnya hanya menghilangkan ngantuk sambil duduk. Mengapa sulit membagi tidurnya?
Umar Bin Khatab berkata, "Bagaimana aku bisa tidur? Bila aku tidur di siang hari maka aku menyia-nyiakan urusan kaum muslimin. Bila tidur di malam hari maka aku menyia-nyiakan bagianku dari Allah."
Abu Hanifah selama 40 tahun melakukan shalat Isya hingga Subuh hanya dengan satu wudhu. Berarti beliau tidak tidur Malam? Bagaimana bisa ? Bagaimana mengelola tidurnya?
Imam Syafii membagi malamnya menjadi 3 bagian. Untuk tidur, menuntut ilmu dan beribadah. Bagaimana manajemen malam kita? Hanya tidur mendengkurkah? Atau penuh dengan kumpul riung dengan senda gurau?
Saat Abu Muhammad al Hariri beritikaf di Mekkah pada 292H. Dia sanggup tidak tidur. Apa rahasianya? "Ilmu yang benar di dalam batin sehingga membantuku untuk yang zhahir." Begitu ujarnya. Apakah tidur mendengkur dan bersenda gurau di malam hari, tanda ketidakbenaran bathin kita?
Ustadz Hana Ataki, saat masih kuliah di Mesir di bulan Ramadhan, ikut shalat Tarawih dengan bacaan berjuz-juz dalam satu rakaat. Sang Ustadz sudah gelisah dengan panjangnya bacaan. Bila selesai dua rakaat, jamaah yang lain beristirahat sebentar, namun ada orang yang sepuh melanjutkan shalatnya dengan sangat ringan tanpa rasa lelah. Apa rahasianya? Setelah selesai shalat, sang ustadz mendekati orang sepuh tadi. Sang sepuh berkata, "Anda shalat dengan kekuatan fisik yang masih muda, sedangkan saya shalat dengan kekuatan ikhlas saya." Sang Ustadz pun tertegun lama. Kekuatan ikhlas ternyata memberikan kekuatan pada fisik yang lemah.
Imam Syafii pernah berkunjung ke rumah Imam Ahmad. Anaknya imam Ahmad terus memperhatikan imam Syafii di malam hari. Ternyata setelah imam Syafii ke kamar. Beliau berbaring. Baru bangun di sepertiga malam. Sang anak bingung, seperti itukah malamnya sang Imam. Di pagi harinya, sang anak bertanya apa yang dilakukan imam Syafii di malam hari, hanya tidurkah? Ternyata sang imam tidak tidur semalaman. Saat tubuhnya berbaring, pikirannya sedang mengkaji sebuah permasalahan fiqh, bila dibukukan bisa menghasilkan satu kitab. Luar biasa malamnya sang Imam.
Masruq seorang Tabiin. Bila malam tiba, walau sedang di atas unta pun dia tetap shalat qiyamullail. Bagi para Tabiin, malam adalah taman Firdaus yang disuguhkan gratis bagi hamba-Nya. Ada seorang ulama, andai tidak ada malam hari, maka dia lebih memilih kematian. Dia mencintai hidup, karena mencintai malam untuk beribadah pada Allah. Bila diberikan pilihan masuk surga atau shalat Malam, maka dia lebih memilih shalat malam. Karena shalat adalah memadu cinta dengan Allah.
Mendengkurnya tidur kita di malam hari adalah tanda kelalaian diri. Canda rianya kita di malam hari adalah tanda bahwa Allah sudah tidak memperdulikan kita. Lihatlah diri di malam hari, itulah kualitas kita yang sebenarnya. Dalam pekatnya malam. Dalam kesunyian di rumah. Dalam kerahasiaan. Dalam kenikmatan istirahat. Apa yang kita lakukan? Kelalaian? Atau mengejar ketertinggalan amal?
0 komentar: