Jerih Payah Untuk Peradaban Mereka
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Bisnis bukan alat pencari nafkah. Bekerja bukan sarana mencari nafkah. Tapi sarana perjuangan, bagian perjuangan mimpi sebuah peradaban. Bila bisnis dan bekerja sekedar urusan perut dan kesenangan. Seperti apa wajah kita? Seperti hewan yang mengais makanan setiap hari?
Peradaban mereka atau peradaban kita? Membangun peradaban mereka atau kita? Jerih payah, waktu, pikiran dan perasaan sering kali terperas untuk peradaban mereka. Lalu siapa yang mau menjadi prajurit peradaban kita?
Terbuai dengan gelar pendidikan, label kenegaraan, label posisi yang menawan. Decak kagum berkumandang. Bukan untuk kita, tapi melanggengkan peradaban mereka? Kita memikirkan nasib perut sendiri, padahal mereka sedang membangun peradabannya melalui tangan kita sendiri. Berpayah ria untuk menghancurkan peradaban sendiri, namun memperkokoh peradaban mereka.
Nama mereka terpampang berwibawa di media lokal dan dunia. Padahal salah satunya dari jerih payah kita sendiri. Mereka terus menggurita, sedang kita terpana dengan label yang diberikan mereka dan sedikit iming-iming dunia. Mereka terus berwibawa, sedang kita hancur dimakan waktu yang menua. Inilah wajah kita. Semakin hari peradaban kita tak ada yang mengurusi, karena waktu, pemikiran dan kerja keras kita untuk membangun peradaban mereka.
Kita sering salah menyalur energi, pikiran dan waktu. Kita sering jatuh pada kubang dimanfaatkan bukan menjadi berdaya. Kita terbuai dengan kemudahan dan sarana. Tak berupaya membangun pondasi peradaban kita sendiri. Menghindari kesulitan, menghindari tantangan karena sudah dimanjakan kemudahan dan fasilitas dari peradaban mereka.
Mereka duduk disinggasana. Kita menjadi sapi perahnya. Mereka mencengkeram peradaban kita melalui pikiran, kerja keras dan jerih payah kita sendiri. Menghancurkan diri sendiri, dengan memperkokoh peradaban mereka. Itulah perjalanan hari ini, masih bersambungkah pada generasi pelanjut kita?
Di usia kita, saat kematangan sudah ditapaki. Saat keseimbangan jiwa sudah mulai dirasakan. Saat kejernihan berpikir mulai merambat. Apakah masih jalan di tempat? Apakah terus terbelenggu dengan kemudahan dan fasilitas? Apakah terus dibuai dengan keterlenaan? Jangan sampai peradaban kita hancur, ditangan kita sendiri, di era kita.
Mari berhijrah. Mari memulai langkah baru. Jangan sampai engkau berikan sisa umur, siswa waktu, sisa kepikunan untuk peradaban kita. Namun memberikan vitalitas keprimaan untuk peradaban mereka.
0 komentar: