Efek Kemarahan dan Kezaliman Penguasa pada Dirinya Sendiri
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Apa yang dirasa saat marah? Apa efeknya pada tubuh, jiwa dan pikiran? Bagaimana bila marah jadi dasar strategi, keputusan dan solusi harian?
Saat marah, ulu hati sakit, asam lambung meningkat, detak jantung semakin cepat, nafas pun tersengal? Bila solusi berdasarkan marah, apa jadinya?
Perhatikan para pemimpin yang menjadikan amarah menjadi dasar kebijakannya. Kediktatorannya mudah menghancurkan lawan, juga dirinya sendiri.
Bagaimana akhir Namrud dan Abu Lahab, apa penyakitnya? Bagaimana Ratu Isabella dan Keturunanny, apa penyakit dan efeknya?
Ratu Isabella I dari Kastila meninggal pada 24 November 1504, setelah lama sakit. Menderita demam dan sakit gembur-gembur. Keturunannya berakhir tragis
Ratu Isabel pembantai muslimin di Andalusia, melakukan penyiksaan siapapun yang tidak mau beragama Katolik.
Sifilis akut memiliki efek serius pada otak, ini dialami Mussolini pada 1940-an. Ia menjadi paranoid pada akhir Perang Dunia II. Keadaan mentalnya pun rapuh.
Mussolini pembantai Muslimin di Libya dan menghukum gantung Syeikh Umar Mukhtar, Mursyid Thariqah Sanusiyah Libya
Pada 1817, kesehatan Napoleon memburuk, awalnya maag, lalu kanker perut. Awal 1821 dia terbaring di tempat tidur dan semakin lemah dari hari ke hari.
Stalin percaya kalau semua orang di sekitarnya bersekongkol menjatuhkannya. Pembuluh darah di otaknya mengeras hingga merusak mentalnya.
Tatapan Stalin sangat mengerikan, marah atau mungkin geram dan penuh ketakutan akan kematian.
Stalin tubuhnya basah kuyup dengan air seninya sendiri. Bau busuk yang meresap ke ruangan menambah kengerian suasana saat itu
Lenin dari hiperakusis, insomnia, hingga nyeri di kepala, muncul secara berkala dan begitu menyiksanya dari 1921-1924
Marilah ungkap perjalanan penguasa yang kemarahannya menjadi kebijakan negara. Keseharian dihantui efek kemarahannya
Kemarahannya menghancurkan fisik, jiwa dan raga serta keluarga dan Keturunannya.
0 komentar: