Dicari Para Penanggung Peran Sejarah
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Menanggung beban, siapa yang berani memikulnya? Saat Siti Khadijah bertanya pada pamannya tentang suaminya yang kedatangan seseorang di gua Hira, sang paman berkata, "Dia malaikat Jibril yang datang kepada Musa, bersiaplah untuk dimusuhi, dicaci, diusir hingga dibunuh. Andai aku masih hidup, saya akan berjuang bersamanya." Itulah keberanian menanggung beban dari sang paman.
Abu Bakar menanggung seluruh resiko saat menyertai hijrah Rasulullah saw. Ali bin Abi Thalib menanggung resiko saat menggantikan posisi Rasulullah saw di tempat tidurnya saat malam hijrah. Semakin banyak yang berani menanggung beban, energi yang dikeluarkan setiap orang akan semakin ringan. Masalahnya, hanya sedikit yang mau menjadi penanggung beban?
Para jiwa yang bersiap menjadi penanggung beban akan berbeda karakternya, prilaku dan mindsetnya. Liku-liku hidupnya menyukai tantangan dan tanggungjawab. Menyukai kerasnya dan bergelut dengan pernak-pernik kehidupan. Hidup yang berleha dianggap sampah kehidupan. Hidup yang santai dianggap racun kehidupan. Semua yang tidak membawa pada kekokohan jiwa dianggap menghancurkan kehidupannya.
Para penanggung beban, menjadi sosok yang brilian. Masalah, mencerdaskannya. Pikirannya bekerja menghempaskan kebekuan akal. Tantangan, menguatkannya. Jiwanya ditempa dan dididik. Bukankah melatih beban yang sedikit demi sedikit akan terus memperkuat diri? Penempaan jiwa membuat segala hal menjadi ringan, kekuatannya terlatih dan terus dilatih untuk melampaui tantangannya.
Kenikmatan itu bukan pada saat kemenangannya. Kenikmatan itu justru diraih pada saat perjuangan. Amr bin Ash bersedih ketika sudah menjadi penguasa Mesir dengan ungkapan, "Mengapa aku tidak diwafatkan ketika Rasulullah saw masih hidup?" Abdurahman bin Auf bersedih saat dibukakan banyak keberlimpahan, pada saat yang lain sahabatnya banyak yang wafat di arena perjuangan.
Para penanggung beban tidak pernah berdiam diri. Bukan karakter diperintah baru bergerak. Bukan karakter diberi komando. Dia selalu membuat arena perjuangan baru ketika sebuah kemenangan sudah diraih. Dia selalu membuat ladang amal dan karya baru untuk mengeskpresikan jiwanya. Adakah sahabat Rasulullah saw yang berdiam diri di Mekkah dan Madinah? Sangat sedikit. Mereka terus bergerak melangkahi dunia.
Ketika peperangan bersama Rasulullah saw sudah meraih kemenangan, apakah mereka berdiam diri? Ketika futuh Mekkah diraih apakah berdiam diri? Ketika Persia sudah ditaklukan apakah berdiam diri? Ketika Romawi sudah ditaklukan apakah berdiam diri? Ketika Konstatinopel direbut lalu berdiam diri? Diam berarti terhentinya kebaikan hidup. Itulah perasaan yang menghantam kemalasan dan kesantaian para penanggung beban.
Para penanggung beban bisa merubah profesinya dengan sangat cepat dan tepat. Adakah sahabat Rasulullah yang hanya ahli dalam bacaan Al Quran saja? Yang ahli di medan pertempuran saja? Yang ahli dalam tafsir dan hukum saja? Mereka bisa menjadi seorang khalifah, panglima perang, gubernur, hakim, saudagar, dan berbagai kapabilitas lainnya. Para penanggung beban sudah ditempa dalam berbagai medan tantangan. Bukan sekedar terjun, tetapi mampu meraih keilmuan tertinggi dalam setiap bidang yang digelutinya.
Para penanggung beban sudah mengabdikan diri untuk peradaban, untuk kehidupan. Tidak pernah berniat sedikit pun untuk bertindak atas nama kejayaan dan kehebatan dirinya. Harga dirinya untuk menembus harga diri umatnya.
0 komentar: