Di Jerman Ada 700 Manuskrip Kuno Nusantara,
Banyak lembaga baik dalam maupun luar negeri yang tertarik dengan konten warisan budaya Indonesia.
Suubkoordinator Perawatan dan Perbaikan Bahan Perpustakaan Terekam dan Naskah Kuno Perpustakaan Nasional, Aris Riyadi, mengungkapkan pihaknya telah melakukan pelestarian koleksi warisan naskah kuno dengan berbagai cara.
“Saya melihat sebuah fenomena, memang banyak lembaga dalam dan luar negeri yang tertarik dengan konten warisan budaya kita," ujar Aris, dikutip Republika.co.id dari laman resmi Perpusnas, Jumat (3/9).
Dia menjelaskan, hal tersebut membuat program digitalisasi koleksi, dokumen bersejarah, atau dengan nilai budaya tinggi menjadi gencar dilakukan untuk mendapatkan informasinya.
Namun dia menyayangkan hal tersebut terkadang tidak berimbang dengan sasaran fisik, yang menurut dia cenderung diabaikan. "Hal ini kadang-kadang tidak berimbang dengan sasaran fisik yang cenderung diabaikan," tutur Aris.
Aris kemudian mengibaratkan naskah kuno seperti sebuah koin emas yang memiliki dua sisi berharga. Naskah kuno baik nilai fisiknya maupun nilai informasinya.
Naskah kuno, kata Aris, juga merupakan sebuah warisan budaya yang sama-sama penting. Perpusnas telah melakukan berbagai cara dalam rangka melestarikan koleksi yang dimiliki.
Dia menjelaskan, banyak sekali bahan perpustakaan yang ada di Perpusnas, mulai dari kertas, karya rekam, dan naskah kuno yang memiliki karakter dan membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda dalam upaya pelestariannya.
Semua itu dia katakan pada webinar bertajuk "Mempertahanankan Indentitas Bangsa Melalui Koleksi Bersejarah dan Warisan Budaya” yang digelar secara daring, Selasa (31/8) lalu.
Dalam kegiatan itu Perpusnas juga menghadirkan dua peneliti naskah koleksi Indonesia dari Staat Bibliotek zu Berlin Jerman, yakni Yonnes Dehghani dan Thoralf Hanstein.
Di Jerman, menurut Yonnes, saat ini ada lebih dari 20 institusi yang memiliki koleksi manuskrip oriental dan Asia. Koleksi-koleksi itu di dalamnya terdapat naskah kuno yang berasal dari Indonesia.
“Jika seorang peneliti ingin menemukan beberapa naskah kuno, hal tersebut membuat mereka sulit menemukan naskah-naskah yang mereka cari,” jelas dia.
Naskah Nusantara Indonesia yang ada di Jerman, kata dia, nantinya akan tergabung dalam sebuah katalog gabungan atau terpadu yang disebut Union Calaloge yang tersaji dalam bentuk portal.
Sementara itu, Thoralf menyebutkan, secara keseluruhan koleksi naskah nusantara di Staat Bibliotek zu Berlin kini memuat hampir 700 objek.
Menurut dia, sepertiganya sudah didigitalisasi dan dilayankan secara daring dalam kualitas gambar tinggi secara gratis, baik untuk kepentingan pribadi, ilmiah, maupun bisnis.
“Proses katalogisasi naskah Nusantara di seluruh Jerman menurut saya sebenarnya sangat penting sekali. Karena ternyata banyak sekali koleksi-koleksi kecil yang tersembunyi dalam arsip daerah yang eksistensinya tidak diketahui sebelumnya,” kata dia.
Hal ini menurut Thoralf merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Sebab, banyak rakyat Jerman bekerja di Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda dan kemudian kembali dengan membawa naskah yang disimpan sebagai koleksi pribadi maupun arsip daerah.
Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, dalam sambutan mengatakan, upaya mengaktualisasikan makna nilai dan perjuangan sejarah bangsa Indonesia dalam perjuangan di masa lampu dapat dilakukan dengan menggali isi yang terkandung dalam naskah kuno Nusantara.
Menurut dia, Indonesia harus berbangga dengan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam naskah-naskah kuno koleksinya dan mampu mengaktualisasikan kedalam kehidupan saat ini. Naskah kuno juga dia anggap dapat menjelaskan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, Indonesia memiliki kejayaan yang pernah dicapai ribuan tahun sebelum terkumpul sebagai sebuah bangsa.
“Kita ingin mengimbau dan mengharapkan sekali kepada para pustakawan betapa penting perjalanan sejarah ini diaktualisasikan dalam konteks kekinian. Apa yang kita bisa angkat dari perjuangan perjuangan para raja-raja di masa kejayaannya," kata Syarif.
Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qyv0jy320
0 komentar: