Judul Buku : Akhlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani
Kekuatan Ingatan
Kekuatan ingatan sangat menentukan kehidupan manusia. Kuatnya ingatan dibentuk oleh ilmu pengetahuan. Ingatan bisa bertambah kuat, bisa pula menjadi lemah. Apabila ingatan dibiarkan saja, tanpa diisi dengan pendidikan, yang melekat dalam ingatan hanyalah soal-soal yang tak bermanfaat bagi masyarakat atau ingatan itu hanya berkisar pada soal-soal yang menyangkut diri seseorang belaka. Selain dari ilmu pengetahuan, ingatan juga harus diperkuat dengan akhlak dan akal budi mulia.
Demikian pula, jika sekiranya kekuatan ingatan itu tidak dibentuk menurut mestinya dengan akal budi, walaupun banyak ilmu, ilmu tersebut bukan memberi manfaat, tetapi merusakkan kemanusiaan.
Salah satu tabiat manusia ialah rasa ingin tahu dan ingin mendapat kabar baik. Tabiat itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus dituntun. Jika tidak ada kekuatan ingatan tidak pula ada pertimbangan, dia menjadi sarang takhayul dan kurafat.
Menambah ilmu adalah penting, tetapi lebih penting dari itu ialah menuntun kekuatan ingatan itu menuruti jalan yang benar karena bukanlah semata-mata banyak ilmu saja manusia itu berharga. Yang lebih penting ialah hasil dari kekuatan yang telah berilmu itu. Coba perhatikan bagaimana pentingnya pendapatan tentang mesin, listrik, radio, dan lain-lain, bukankah itu hasil dari kepandaian mengamalkan ilmu dan kekuatan ingatan?
Jika sekiranya cara belajar dan cara meneliti itu diatur dengan sebaik-baiknya, tahulah orang hakikat sesuatu karena dusta berlawanan dengan keadilan. Berbuat baik timbul dari kemuliaan budi. Jika tahu menghargai kebenaran, tahu pula menghargai diri.
Apakah arti menghargai diri?
Menghargai diri ialah membela kebenaran dan menyatakan kebenaran, berpikir menurut keyakinan sendiri, dan berkata menurut apa yang dipercayai benarnya.
Kadang-kadang timbul beberapa sebab yang membuat orang terhalang mengatakan keyakinan, atau apa yang diketahuinya. Oleh sebab itu, wajiblah orang berpikir sebelum berkata. Apabila perkataan telah keluar, suka atau tidak suka, pantang bagi manusia mengubah perkataan hanya karena menurut kehendak orang banyak.
Pantang bagi seseorang budiman melawan keyakinannya, "Lidah orang berakal terletak di belakang hatinya, dan hati orang yang bodoh terletak di belakang lidahnya."
Alangkah celakanya bila kita dicela orang dengan perkataannya, "Tuan pendusta, Tuan tidak mengatakan yang sebenarnya."
Alangkah beruntungnya apabila dikatakan orang di hadapan kita, "Tuan benar, perkataan Tuan terbukti semuanya." Orang berdusta hanyalah karena maksud yang tidak jujur, hendak menutup dosa dan malu diketahui keadaan sebenarnya, atau lantaran singkat pemandangan.
Tercela dusta mulut, tercela pula dusta perbuatan karena jika ada orang mengatakan dan melakukan suatu perkara semata-mata hendak menipu orang, perbuatan seperti itu dapat digolongkan sebagai pendusta.
Orang yang tahu suatu perbuatan benar tetapi tidak dikerjakannya atau takut mengerjakannya adalah pengkhianat. Bukan mengkhianati kepada orang lain saja, tetapi kepada dirinya sendiri, batin, dan haknya yang suci.
Munafik adalah perangai yang diberi kulit baik. Orang yang munafik ialah ia menipu orang lain dan memperdayakan, seperti musang berbulu ayam. Munafik itu adalah tanda hormat dari perangai buruk kepada perangai baik. Arti tanda hormat ialah dia memang mengaku bahwa kejujuran memang baik, tetapi dia tidak sanggup mengerjakannya.
Orang jahat mempunyai seribu alasan pelepasan diri, tetapi tiap-tiap alasan itu mengikat dirinya juga. Dia hanya mementingkan dirinya, tetapi tidak tahu aib cela diri. Dia hasad, sebab itu dia tidak melihat kebaikan orang lain. Sebab itu janganlah takabur. Takabur ada tingkat-tingkatnya pula.
1. Mencintai diri lebih daripada penghargaan manusia yang lain.
2. Merendahkan orang lain dan memandangnya hina. 3. Membanggakan kekayaan, kelebihan ilmu, dan harta benda.
4. Tergolong takabur juga ialah kesukaan memakai gelar-gelar dan kesenangan dipuji.
Untuk melengkapi alat penjaga kekuatan ingatan ialah memperhatikan kesukaran-kesukaran yang ditempuh di zaman yang sudah-sudah, meneliti perkara yang sedang dihadapi dan mengaturnya dengan kias atau ibarat pikiran yang sederhana.
Asasnya ialah peraturan, nizham, atau organisasi, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya, mengerjakan tepat waktu, dan dibayar menurut janjinya. Jika pekerjaan telah diatur dengan peraturan, pikiran tenang, hati tenteram, dan jiwa pun tenang.
0 komentar: