Tasawuf Menghadirkan Pembaharuan di Nusantara
Tasawuf dianggap menciptakan kemunduran karena menarik massa Muslim ke arah kepasifan dan penarikan diri dari persoalan dunia. Ia dianggap sikap pelarian dari kemunduran sosio-ekonomi dan politik.
Abdurrauf Singkili, pendiri thariqah Syattariyah di Nusantara, memberikan perhatian bukan saja pada perjalanan spiritual mereka sendiri tetapi juga pemegang Mufti di Kesultanan Aceh.
Syeikh Yusuf Al Makasari, Mursyid Thariqah Khalwatiyah, menjadi Qadhi dan Penasihat Kesultanan Banten. Pemimpin perang dan juga pahlawan terpenting dalam Perang Banten melawan Belanda.
Muhammad Arsyad merupakan perintis jabatan Mufti dan pendiri berbagai lembaga pendidikan Islam di Kesultanan Banjar yang terus diganggu oleh Belanda. Al-Palimbani yang disebut sebagai Al-Ghazalinya Nusantara terus mengobarkan jihad kepada kesultanan Mataram. Snouck Hurgronje menyebutkan karya Palimbani jadi referensi jihad Perang Aceh.
Snouck Hurgronje menyarankan kepada Kolonial Belanda bahwa Syeikh Sufi adalah musuh paling berbahaya bagi pemerintah Belanda di Nusantara. Ancamannya tidak lebih kecil daripada ancaman kaum Sanusiyah terhadap Perancis di Aljazair. Mereka sulit dikendalikan karena mengembara ke pelosok tanpa terdeteksi.
Salah satu strategi menahan laju pertumbuhannya, buku-buku dan surat-suratnya dilarang dan ditahan seperti yang dilakukan terhadap Palimbani. Belanda menahan suratnya yang ditujukan kepada penerus kesultanan Mataram. Juga pada Yusuf Al Makasari saat pengasingan di Srilanka yang mengirimkan surat dan tulisannya melalui jamaah haji Nusantara.
Tuanku Nan Tuo, seorang Syeikh Sufi di Minangkabau dari thariqah Syattariyah, merupakan seorang pedagang tulen, dia dikenal sebagai tempat perlindungan para pedagang. Dia memimpin perlawanan terhadap praktek perdagangan yang tidak islami, ajaran syariat yang dilanggar, juga membasmi perampokan dan penawanan orang-orang untuk dijual sebagai budak.
Sumber:
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara abad 17-18, Azyumardi Azra, Kencana
0 komentar: