Sebab Hayam Wuruk Memberikan Hak Istimewa pada Umat Islam
Prasasti Trowulan atau Canggu yang berangka tahun 1358 dikeluarkan oleh Hayam Wuruk, raja Majapahit ke IV (1350-1389), yang isinya mengatur kedudukan desa-desa di tepian Sungai Brantas dan Bengawan Solo, yang menjadi tempat penyeberangan. Mengapa diberi nama Canggu?
Dari seluruh daerah di sepanjang tepian Sungai Brantas dan Bengawan Solo, daerah yang paling penting adalah daerah Canggu. Canggu adalah pusat pangkalan militer, pusat pelabuhan sungai dan pelabuhan bea dan cukai. Canggu menjadi salah satu penopang kemakmuran Majapahit. Siapakah yang tinggal di tempat ini?
Di Canggu tinggal berbagai komunitas muslim dari berbagai negri, terutama Cina yang berasal dari sisa-sisa pasukan Mongol yang menyerbu Singasari yang tidak kembali ke negrinya. Juga Campa dan India.
Masyarakat Canggu diberi hak istimewa, berupa keringanan pajak, diperbolehkan menghadiri perayaan kerajaan tingkat lokal dan pusat, diperbolehkan bertemu raja tanpa perantara penguasa lokal. Sehingga muncullah kelompok elit baru yang hampir sama dengan kelompok elit tradisional yang merupakan penguasa wilayah bawahan Majapahit.
Hak istimewa lainnya, Raja Hayam Wuruk memberikan hak menjalankan ibadahnya sendiri. Yang menarik, ibadah yang dilakukan oleh komunitas tersebut adalah ibadah lima waktu atau 'dasardha diwasa' yang berbeda dengan kerajaan. Ritual ibadah ini menunjukkan mayoritas masyarakat yang ada di Canggu yaitu Islam.
Mengapa Hayam Wuruk memberikan sejumlah fasilitas kepada umat Islam? Daerah yang dihuni mayoritas muslim seperti Gresik, Tuban dan Canggu merupakan daerah perdagangan dan kaya. Kontribusi memakmurkan Majapahit cukup berpera.
Kaum muslimin juga menunjukkan kepatuhan kepada sang raja walaupun berbeda agama. Menghargai politik setempat, budaya lokal dan penghormatan tertinggi kepada orang tua.
Sumber:
https://www.ngopibareng.id/read/dimanakah-letak-curabhaya-surabaya-kuno-1489452/amp
Canggih Pelabuhan Sungai Majapahit Abad XIV hingga XVI, Mawardi Purbo Sanjoyo, IAIN Jember
Orang-orang Tionghoa dan Islam di Majapahit, Adrian Perkasa, Penerbit Ombak
0 komentar: