Proyek Penerjemahan Seluruh Peradaban Dunia Ada di Era Masa Abbasiyah
Penerjemahan ilmu pengetahuan yang berasal dari luar dunia Islam terjadi secara besar-besaran pada zaman Dinasti Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad. Kemenangan tentara Islam pada masa Khalifah al-Mahdi dan al-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah atas Bizantium (Romawi Timur) memunculkan sebuah gerakan intelektual dalam sejarah Islam. Gerakan intelektual tersebut, menurut sejarawan Phillip K Hitty, disebabkan oleh masuknya berbagai pengaruh asing, seperti Yunani, Persia, dan India.
Penerjemahan dimulai dengan menerjemahkan karya ilmu pengetahuan, filsafat, dan sastra dari bahasa Yunani, Persia, Sansekerta ke dalam bahasa Arab. Tiga perempat abad setelah berdirinya Baghdad, yaitu pada awal abad kesembilan, pusat dunia literatur Arab itu telah memiliki karya-karya fil safat utama Yunani, seperti karya Aristoteles, Plato, dan juga karyakarya Persia serta India.
Era penerjemahan oleh Dinasti Abbasiyah berlangsung selama satu abad dimulai sejak 750 M. Persentuhan dengan budaya Yunani bermula ketika Dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah al-Ma’mun mulai memasuki wilayah kekuasaan Bizantium, seperti Antiokia, Iskandariyah, Suriah, Amorium, dan Ankara. Bahkan, Khalifah al-Manshur diriwayatkan berhasil memperoleh sejumlah buku dalam bahasa Yunani sebagai hadiah dari raja Bizantium. Titik tertinggi pengaruh Yunani terjadi pada masa Khalifah al-Ma’mun.
Kecenderungan sikap rasionalis khalifah dan para pendukungnya dari ke lompok Muktazilah yang menyatakan bahwa teks-teks keagamaan harus bersesuaian dengan nalar manusia, mendorongnya untuk mencari pembenaran bagi pendapatnya dalam karya-karya filsafat Yunani.
Namun, orang Arab tidak memahami bahasa Yunani sehingga hanya bisa bersandar pada terjemahan yang dibuat oleh penganut Kristen Nestorian. Orang Kristen Nestorian dari Suriah yang berada di bawah kekuasaan Abbasiyah menguasai bahasa Yunani dan Aramaik, yaitu bahasa Semit kuno yang bertahan di Suriah sejak zaman Yesus.
Aramaik dialek Suriah disebut juga bahasa Siriak. Karena itu, karya-karya Yunani pertama-tama diterjemahkan ke dalam bahasa Aramaik dulu, baru kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Para penerjemah Nestorian tidak tertarik menerjemahkan karya-karya sastra Yunani. Mereka umumnya lebih sering menerjemahkan karya Yunani bidang filsafat, kedokteran, ilmu penge tahuan, dan astronomi. Dengan demikian, tidak terjadi kontak antara pengetahuan Arab dan drama, puisi, serta sejarah Yunani.
Karya-karya yang diterjemah kan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, seperti buku kedokteran Yunani karya Galen (wafat 200 M), matematika, dan ilmu pengetahuan gabungan karya Euclides (wafat 300 SM), yakni Element dan Almagest, yang diter jemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi al Majisthi, serta karya Claudius Ptolemeus (wafat 168 M).
Salah satu penerjemah pertama dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab adalah Abu Yahya Ibn al- Bathriq (wafat 806 M) yang menerjemahkan karya-karya Galen dan Hipokrates (wafat 436 SM) untuk Khalifah al-Manshur. Dia juga menerjemahkan Quadripartitum karya Ptolemeus untuk khalifah Dinasti Abbasiyah lainnya.
Penerjemah lainnya adalah seorang penganut Kristen asal Suriah, yakni Yahya Ibn Masawayh (wafat 857 M). Ibn Masawayh telah menerjemahkan beberapa manuskrip untuk Khalifah Harun al-Rasyid, ter utama naskah tentang kedokteran yang dibawa khalifah dari Ankara dan Amorium.
Penerjemah lainnya adalah Hunayn Ibn Ishaq (wafat 873 M). Hunayn adalah penganut Kristen Nestorian yang menjadi asisten Ibn Masawayh. Hunayn banyak menerjemahkan kar ya-karya ilmiah, salah satunya adalah Hermeneutica, karya Aristoteles yang diterjemahkan ke dalam bahasa Aramaik, kemudian dialihbahasakan menjadi bahasa Arab.
Selain itu, Hunayn juga menerjemahkan buku Galen, Hipokrates, Dios korides, dan Plato. Tujuh buku Galen tentang anatomi juga diterjemahkan oleh Hunayn.
Salah satu karya Plato yang diterjemahkan Hunayn adalah Republic (Siyasah) dan karya Aristoteles, seperti Categories (Maqulat), Physics (Tha bi’iyat) dan Magna Moralia (Khulqi yat).
Sebagai upah menerjemahkan, Hunayn mendapatkan emas seberat buku yang ia terjemahkan. Karier Hunayn selesai ketika ia yang juga ber profesi sebagai dokter menolak pe rin- tah Khalifah al-Mutawakkil untuk meracuni lawan politiknya.
Penerjemah lainnya adalah Tsabit bin Qurrah (wafat 901 M), lagi-lagi penganut Kristen Nestorian. Tsabit menerjemahkan sejumlah karya Yunani tentang matematika dan astronomi, termasuk karya Archimedes (wafat 212 SM). Beberapa terjemahan karya Euklides oleh Hunayn direvisi oleh Tsabit. Pekerjaan Tsabit ini didukung penuh oleh Khalifah al-Mutadhid.
Selain Yunani, peradaban lain yang banyak berpengaruh pada tradisi penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah adalah India. Sekitar 771 M, seorang pengembara India memperkenalkan naskah astronomi yang berjudul Siddhanta (Sindhind dalam bahasa Arab) ke Baghdad. Atas perintah khalifah al-Manshur, naskah Sinddhanta kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim al-Fazari (wafat 806 M) yang kemudian menjadi astronom Muslim pertama. Ilmuwan Muslim paling menonjol pada zamannya, al-Kha warizmi (wafat 850 M), menjadikan terjemahan astronomi al-Fazari sebagai rujukan untuk menulis tabel astronomi.
Tak hanya membawa naskah astronomi, pengembara India tersebut juga membawa naskah matematika. Karena itu, bilangan di Eropa disebut dengan bilangan Arab dan bilangan Hindi masuk ke dunia Arab. Tak hanya itu, pada abad sembilan, India juga memberikan sumbangan penting terhadap ilmu matematika Arab, yaitu sistem desimal.
Dari peradaban Persia, penerjemahan yang dilakukan umumnya adalah penerjemahan karya sastra yang diubah ke dalam bahasa Arab, salah satunya adalah karya sastra Kalilah wa Dimnah. Kalilah wa Dimnah adalah sebuah karya sastra terjemahan dari bahasa Persia yang sebelumnya merupakan terjemahan dari bahasa Sansekerta. Karya sastra asli Kalilah wa Dimnah dibawa dari India ke Persia. Karya sastra ini kemudian menjadi landasan terjemahan karya sastra ke dalam 40 bahasa lainnya.
Kalilah wa Dimnah berisi tentang panduan mengenai hukum-hu kum pemerintahan yang disampaikan dalam bentuk fabel. Nas kahnya diterjemah kan ke dalam bahasa Arab oleh Ibn al-Muqaffa, seorang penganut Zoroaster yang telah me meluk Islam. Terjemahan al-Mu qaf fa tampil sebagai karya yang bernuansa puitis. Sejak saat itu, prosa Arab masa Dinasti Abbasiyah memunculkan nuansa Persia dalam gaya yang elegan, imajinasi yang hidup, dan ungkapan-ungkapan bersayap.
Tak hanya karya sastra, karya astronomi lainnya juga diterjemahkan dari bahasa Persia ke dalam bahasa Arab oleh kepala perpustakaan zaman Harun al-Rasyid, yaitu al Fadhl bin Nawbakhti (wafat 815 M). Semua karya terjemahan dari Yunani, India, dan Persia itu akhirnya mengisi koleksi perpustakaan terbesar di dunia zaman itu, Bayt al-Hikmah.
Lewat upaya penerjemahan karya Yunani, Persia, dan India oleh dunia Islam inilah akhirnya Eropa mendapat kembali akses ilmu pengetahuan dengan menerjemahkan naskah ilmu penge tahuan dalam bahasa Arab itu ke bahasa Latin. Padahal, naskah Yunani sebelumnya ada di depan pintu rumah mereka, namun terabaikan.
Harran yang terletak di wila yah Turki saat ini atau Mesopotamia Atas pada masa lalu adalah kota yang menjadi lokasi bagi pusat penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah. Letaknya yang di wilayah Asia Minor membuat Harran mudah menjadi tempat berkumpulnya para ahli bahasa Yunani dari Suriah.
Saat itu, penerjemahan dilakukan secara tradisional. Ketika terbentur dengan kalimat-kalimat yang sulit dipahami dalam bahasa aslinya, terjemahan dilakukan kata demi kata. Ketika satu istilah tidak dijumpai atau dikenal padanannya dalam bahasa Arab, istilah-istilah tersebut diterjemahkan secara sederhana dengan beberapa adaptasi. Seperti, istilah aritmatika dalam bahasa Arab menjadi aritsmathiqi, geometri menjadi jumathriya, geografi menjadi jigrafiyah, filsafat menjadi falsafah, magnet menjadi maghnaathis, dan organ menjadi urghun.
Dari Sekolah Harran, lahirlah al- Hajjaj Ibn Yusuf Ibn Mathar (wafat 833 M), seorang penerjemah naskah matematika dan astronomi yang dikenal karena menjadi orang pertama yang menerjemahkan karya Eullides, yaitu Element dan Almagest, karya Ptolemeus. Karya terjemahan edisi pertama itu dibuat dalam dua versi, yaitu untuk Khalifah Harun al-Rasyid dan untuk Khalifah al-Ma’mun, sebelum Hunayn menerjemahkan kembali buku itu.
Al-Hajjaj menerjemahkan Alma gest, buku tentang astronomi berbahasa Aramaik. Upaya pertama untuk menerjemahkan Almagest telah dilakukan sejak masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid, namun hasil terjemahan tidak memuaskan. Penerjemahan buku tersebut kemudian dilakukan oleh penerjemah yang juga ahli astronomi dan matematika Islam, Abu al Wafa Muhammad al-Buzjani al- Hasib (wafat 998 M).
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.photo
Selain al-Hajjaj, lahir juga penerjemah naskah matematika dan astronomi lainnya, yakni Quatha Ibn Luqa (wafat 922 M) yang telah menghasilkan 34 karya terjemahan. Kemudian, mun cul Yahya Ibn Adi (wafat 974 M) dan Abu Ali Isa Ibn Zur’ah (wafat 1008 M). Mereka memperbaiki naskah terjemahan dari karya-karya Aristoteles.
Tak hanya sekolah penerjemahan di Harran, pada masa Khalifah al Ma’mun juga dibangun Bayt al-Hik mah di Baghdad. Bayt al-Hikmah me rupakan sebuah perpustakaan, aka demi, sekaligus biro penerjemah an. Buku-buku yang terdapat dalam Bayt al-Hikmah yang berbahasa selain bahasa Arab (bahasa Yunani, India, dan Persia) diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan tersebut adalah buku-buku matematika, astronomi, kedokteran, kimia, dan geografi.
Di Bayt al-Hikmah, buku-buku di simpan sesuai dengan kategori tertentu dan di sini para cendekiawan yang juga penerjemah berkumpul tuk berdiskusi dan menerjemahkan. Ba nyak sekali manuskrip ataupun buku dalam berbagai subjek yang diterjemahkan di Bayt al Hikmah. Namun, sebagian besar karya terjemahan tersebut hancur akibat serangan Mongol atas Baghdad pada 1258 M dan hanya sedikit naskah berhasil diselamatkan ke Armenia.
Sumber:
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/p96ckd313
0 komentar: