Prabu Siliwangi dan Putranya, Penyebar Islam di Tataran Sunda?
Dalam Babad Cirebon, dikisahkan pangeran Walang Sungsang, putra raja Pajajaran Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Nyai Subang Larang. Kiprahnya menjadi perintis penyebaran Islam di Tataran Sunda. Berdasarkan mitos, pangeran Walang Sungsang bertemu dengan Rasulullah saw padahal secara historis, periode kehidupan pangeran Walang Sungsang dengan Rasulullah saw sangatlah berjauhan.
Cerita ini menginformasikan bahwa Tataran Sunda diislamkan langsung dari sumbernya yaitu Arab dan ajarannya tejaga kemurnianya.
Kean Santang, nama aslinya Gagak Lumayung, putra dari Prabu Siliwangi. Dia pernah mendengar kisah bahwa di Mekkah ada sosok yang sangat sakti yang bernama Baginda Ali. Dengan ilmu tapak kancang, dia berjalan menuju Barat hingga tiba di Mekkah.
Dia bertemu dengan kakek samaran dari Baginda Ali. Sang kakek memberikan ujian pertama untuk mengambil sisirnya. Kean Santang berhasil menemukannya, tetapi sisirnya amblas ke bumi. Agar sisir tersebut kembali, sang kakek mengajarkan ucapan bismillah kepadanya.
Sang kakek pun membongkar jati dirinya, lalu membawanya ke hadapan Rasulullah saw. Oleh Rasulullah saw diberi nama Sunan Rahmat. Dia ingin bermukim di Mekkah tetapi Rasulullah saw mengangkatnya sebagai Wali untuk mengislamkan tanah Jawa dengan bekal Kalimat Kalih atau Syahadat sambil memejamkan mata. Tiba-tiba dia sudah tiba di Tataran Sunda kembali.
Semua Cerita Rakyat Islamisasi di Tataran Sunda dilakukan oleh putranya Prabu Siliwangi. Bahkan ada kisah lain bahwa yang mengislamkan Tataran Sunda adalah Prabu Siliwangi itu sendiri. Apa makna ini semua?
Islamisasi di Sunda berlangsung damai bahkan sangat damai karena dilakukan oleh sosok yang sangat dihormati oleh rakyat Sunda. Rakyat Sunda menerima penuh Islam dengan rela karena dibawa langsung oleh mereka yang sangat cinta. Keberadaan Islam sama pentingnya dengan keberadaan Prabu Siliwangi.
Walaupun ini dianggap mitos namun ini sesuatu yang dipercayai oleh masyarakat yang mempercayainya. Sekaligus gambaran mentalitas yang menjadi fokus dari mitos tersebut.
Menurut Buya Hamka di Sejarah Umat Islam, mitos tetaplah mitos, namun mitos bisa jadi berasal dari kenyataan yang ada. Dalam buku ini juga, Buya Hamka banyak mengkoleksi mitos-mitos yang menyebar berkaitan dengan Islamisasi di Nusantara.
Sember:
Jas Mewah, Tiar Anwar Bachtiar, Pro-U Media
Sejarah Umat Islam, Buya Hamka, GIP
0 komentar: