Nusantara Peduli Penegakan Kekhalifahan Kembali?
Nusantara merindukan kekhalifahan. Sejarah merekamnya di era kolonial Belanda. Walau terjajah, kepedulian pada tegaknya kekhalifahan terus terjaga.
Saat kekhalifahan Turki Utsmani runtuh, ada upaya dari banyak ulama untuk menegakkannya kembali. Ulama Al Azhar membuat kongres pada Maret 1924.
Kongres kekhalifahan disambut Nusantara. HOS Cokroaminoto, Syeikh Ahmad Surkati, dan Haji Fakhrudin akan hadir jadi utusan Jawa dananya dari masyarakat.
Dari tanah Sumatera yang akan hadir Syeikh Abdullah Ahmad dan Syeikh Abdul Karim Amrullah. Mereka urusan rakyat umum yang dibiayai oleh masyarakat.
Perubahan politik di Timur Tengah terjadi. Kongresnya menjadi dua, yaitu di Mesir dan Hijaz. Para ulama tersebut berbagi peran di kedua kongres tersebut.
Di Kongres Al-Azhar, yang vokal menyuarakan kemungkinan ditegakkan kekhalifahan kembali justru datang dari Nusantara. Ulama Nusantara jadi dihormati.
Syeikh Abdul Karim Amarullah berkata," Kita hadir untuk memusyawarahkan peluang zaman sekarang menegakkan khalifah atau belum masanya."
Ulama Nusantara fokus bagaimana proses pembentukan khalifah di era kolonial bukan dalil-dalil syariat pentingnya penegakan kekhalifahan.
Utusan Nusantara tinggal di hotel kecil yang sewanya murah, karena mereka bukan utusan para penguasa tetapi dari utusan rakyat jelata yang merindukan Islam.
Ulama Nusantara awalnya dianggap kuno di Kongres, namun saat berbicara ternyata sudah terlalu modern juga pemikirannya dibandingkan ulama lainnya.
Kesan ini begitu mendalam. Jejak penghargaan ini terlihat saat negara-negara Arab mengakui kemerdekaan Indonesia karena melihat reputasi ulama Nusantara.
Sumber:
Ayahku, Buya Hamka, GIP
0 komentar: