Melacak Islam dalam Falsafah Hidup Urang Sunda
Menggali falsafah hidup tentu saja harus diambil dari keseharian masyarakatnya. Jejak budaya keseharian memberikan banyak informasi mengenai bagaimana urang Sunda mendefinisikan kehidupannya dan bagaimana mereka harus menjalaninya. Rekaman jejak ini salah satunya dapat diambil dari warisan peradaban dan pepatah yang hidup di tengah masyarakat Sunda, yang biasa disebut Paribasa dan Babasan
Mas Nataeisastra mengumpulkannya dalam bukunya Saratus Paribasa jeung Babasan sebanyak lima jilid yang dicetak pertama pada tahun 1914. Begitu pun Samsoedi mengumpulkan Paribasa dan Babasan Sunda sebanyak 500 buah dalam bukunya yang ditulis tahun 1950-an. Kedua buku ini dianalisa oleh Ajip Rasidi.
Menurut Ajip Rasidi dari lebih 500 paribasa, yang kosa katanya langsung meminjam peristilahan Islam hanya 16 peribahasa. Kosakata yang berkaitan langsung antara lain, "Jauh kaki Bedug", "Kokoro manggih Mulud", "Puasa mangih Lebaran" dan sebagainya.
Walaupun sisanya tidak memiliki kosa kata Islam, namun nilai-nilai yang terkandung sesuai dengan Islam. Pendapat yang sama diutarakan oleh Endang Saifudin yang menggelora "Islam teh Sunda, Sunda teh Islam."
Sesungguhnya Islam dan Sunda tak bisa dipisahkan. Kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat Sunda telah mendapat sentuhan Islam yang sangat kuat walaupun tidak harus dieksplisitkan dengan ayat Al-Qur'an dan hadist.
Walaupun di Tataran Sunda terdapat agama yang disebut "Sunda Wiwitan", nilai Islamnya masih terlihat walaupun baru sampai batas Syahadatain saja, sedangkan shalat, puasa dan sebagainya tidak mereka ketahui. Ini menandakan bahwa penyebaran Islam sudah jauh menembus pelosok Sunda yang medannya sekalipun sulit di jangkau.
Bertebarannya tekst sastra (wawacan), contohnya yang populer Wawacan Panji Wulung tulisan R.H Muhammad Musa yang diterbitkan 1827 yang berisi memerangi tahayul yang pernah diajarkan di sekolah Jawa Barat. Wawacan seperti Beluk dan Sawer dalam acara pernikahan yang mengandung pesan Islami dalam mengelola keluarga, menandakan kreativitas unik para penyeru dakwah Islam di Tataran Sunda dalam bentuk karya sastra yang telah menjadi bagian adat istiadat dan kurikulum pembelajaran.
Semua ini menunjukkan intensitas penyebaran Islam dan penerimaan urang Sunda terhadap Islam.
Sumber:
Jas Mewah, Tiar Anwar Bachtiar, Pro-U Media
0 komentar: