Cacian Komunis Terhadap Ulama di Era Kolonial Belanda
Melawan dan tidak puas atas hegemoni Belanda membuat banyak orang tak peduli dengan ragam pemikiran. Yang terpenting melawan kapitalisme imperialisme. Rasa benci kepada penjajahan telah tersalurkan dalam komunis.
Haji Abdul Karim Amrullah membaca buku Arradu alad Dahriyin karangan Jamaluddin Al Afghani. Kesimpulannya, komunisme dan marxisme menentang segala agama. Sejak itu, beliau mengeluarkan fatwa-fatwa anti komunis.
Kolonial Belanda pun jadi sering mendatangi beliau, agar beliau menentang komunis dan mempertahankan Belanda. Namun ditolaknya. Fatwanya, "Cukup Islam saja, tidak perlu paham lain." Saat diajak memberantas komunis oleh Belanda, komunis diberantasnya, tetapi paham Islam yang dikemukakan.
Komunis terus mengupayakan penjatuhan pengaruhnya di Sumatera Barat tak pernah berhenti. Beliau terus dicela tanpa sedikitpun rasa hormat lagi. Namun beliau terus melawan komunis dan tetap tidak mempercayai pemerintah kafir. Caranya, dengan memperdalam pengaruh Islam, memperkuat tenaga kaum Muslimin. Sebab inilah beliau dituduh "perkakas" Pemerintah Belanda oleh kaum Komunis.
HOS Cokroaminoto di Jawa, dihantam, dicaci, dicuci, dan dimaki habis-habisan dalam surat-surat kabar komunis. Beliau dituduh sebagai pemeras rakyat, penipu dan menggelapkan uang. Orang yang menggelapkan uang disebut "mencokro". Tak dibedakan urusan personal dengan urusan paham. Tuduhan yang hina mulai dilemparkan ke beliau, "Pemeras rakyat, minta sedekah, menjual ayat untuk kepentingan pribadi."
Dalam hantaman cacian dan makian, yang memperkuat jiwa Haji Abdul Karim Amrullah adalah dzikir, wirid, membaca Al-Qur'an, berlagu kasidah dan mengarang buku Sendi Aman Tiang Selamat yang berisi akhlak, masyarakat dan adab.
0 komentar: