Judul Buku : Akhlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani
Apabila kita merenungkan kehidupan ini, kerap kali timbul pertanyaan dalam hati, "Untuk apa hidup saya ini?"
Pertanyaan seperti ini timbul dari manusia sebab di antara makhluk Allah SWT yang hidup di permukaan bumi ini, hanya manusia yang selalu dipenuhi tanda tanya, walaupun misalnya dia telah tahu, tetapi dia tetap bertanya juga. Bahkan yang menimbulkan filsafat timur atau filsafat barat ialah pertanyaan seperti ini, "Untuk apa saya hidup?"
Sebagai penganut agama Islam kita telah mendapat jawaban dari pertanyaan itu. Jawaban telah diberikan oleh Allah SWT sendiri, dengan wahyu yang disampaikan oleh Rasul. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an,
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56)
Ibadah berarti perhambaan. Berasal dari kata 'abdun yang berarti langsung menjadi bahasa-bahasa di daerah Indonesia. Orang Sunda menyebut dirinya sendiri abdi, orang Melayu menyebutkan dirinya hamba, dalam bahasa Indonesia sahaya, disingkat menjadi saya, dan dalam bahasa Jawa orang yang menghambakan dirinya dalam istana disebut "abdi dalem".
Dengan ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa maksud menciptakan kehidupan itu digunakan manusia untuk mengabdi atau untuk beribadah. Tempat beribadah atau mengabdi itu hanya semata-mata kepada Allah SWT saja.
Tegasnya, jika bukan untuk beribadah kepada Allah SWT, tidaklah berarti sama sekali hidup itu sebab tugas hidup tidak diisi.
Berkali-kali pula Allah SWT menyatakan di dalam Al-Qur'an tentang asal-usul kejadian manusia. Nenek manusia yang pertama dijadikan langsung dari tanah. Manusia keturunan Adam pun terjadi dari mani, mani adalah saringan dari darah, kesuburan darah adalah dari makanan, dan tidak ada satu makanan pun di permukaan bumi ini yang tidak muncul dari tanah. Sebab itu, kita semuanya berasal dari tanah. Jika mati, kelak kembali jadi tanah. Oleh sebab itu, jika tidak melalui proses dari mani, jadi nutfah, jadi 'alaqah, jadi mudhghah, bertumbuh jadi manusia, kemudian melalui hidup bernapas dan kemudian mati. Ditilik dari segi itu tidak ada kelebihan manusia dari makhluk-makhluk bernyawa yang lain. Manusia itulah yang sadar akan hidupnya. Manusialah yang sadar bahwa dia mempunyai akal dan berpikir, mempunyai nalar (Salinan ke dalam bahasa Jawa dari kata Arab nazhar, yang berarti mempunyai pandangan), mempunyai ingatan, dan khayal karena manusia ada hidup maka dia pun berpikir. Pikiran inilah yang menjalar mencari arti dari hidupnya, yang selalu bertanya-tanya. Pertanyaan ini yang dijawab oleh wahyu dengan tegas, tidak usah ragu lagi bahwa hidup itu gunanya ialah untuk mengabdi.
Kemudian agama menerangkan lagi bahwasanya hidup itu tidaklah berakhir hingga ini saja. Di belakang hidup yang sekarang ada lagi hidup yang kekal, yaitu hidup akhirat. Di sanalah kelak akan diberi Allah SWT penilaian atas pengabdian yang telah dilakukan selama di dunia ini. Adakah hidup di dunia ini kosong atau berisi. Yang baik dapat ganjaran baik dan yang jahat dapat ganjaran buruk.
0 komentar: