Ulama Sebagai Elit Kekuasaan Dalam Sejarah Nusantara
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Sejak terbentuknya komunitas muslim dan berdirinya kesultanan di Nusantara, ulama telah menjadi bagian dari elit kekuasaan.
Saat terbentuknya komunitas muslim di pesisir Nusantara, peran ulama sebagai tahkim untuk menyelesaikan persoalan hukum, sosial, budaya dan juru damai.
Era awal Pasai, pusat studi Islam telah didirikan di lingkungan istana. Ulama dan elit kekuasaan terlibat diskusi intensif dalam memecahkan persoalan negara
Peran ulama di kesultanan sebagai Kadi, Syaikhul Islam dan Ahlul Halli wal Aqdi. Setiap kesultanan menempatkan ulama pada posisi yang berbeda-beda.
Peran ulama sudah mulai mapan sebagai bagian dari struktur kekuasaan sejak era Iskandar Muda di kesultanan Aceh (1607-1636) dengan dibentuknya lembaga Kadi
Lembaga Kadi dibentuk dari level Istana atau pusat, tingkat lokal atau regional hingga level kampung yang dipimpin oleh Teungku (ulama)
Peran Kadi, bertanggungjawab urusan keagamaan dan lembaga hukum dalam kasus sipil, kriminal dan ekonomi.
Peran ulama dilembagakan juga menjadi Syaikhul Islam perannya memberikan nasihat kepada sultan mengenai kebijakan negara dalam soal sosial, ekonomi dan politik
Hamzah Fanshuri, Nurudin ar-Raniri, Abdul Rauf Sinkili, Yusuf al-Makasari, Muhamad Arsyad al Banjari, Khatib Tunggal Dato Ri Bandang, contoh ulama yang berperan sebagai Syaikhul Islam di Kesultanan yang ada Nusantara
Wali Sanga, dewan yang berperan sebagai ahlul halli wal aqdi di kesultanan Demak. Perannya, memutuskan persoalan agama, kenegaraan dan kemasyarakatan.
Di bawah pimpinan Sunan Giri, Majelis Walisanga mendorong Raden Fatah mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Demak.
Di Jawa, Kadi dikenal sebagai Penghulu. Di Demak, Sunan Bonang, Makdum Sampang, Kiai Pembayun, Rahmatullah dan Sunan Kudus pernah memimpin lembaga ini
Di era Mataram, terjadi perubahan struktur, dimana lembaga Kadi menjadi langsung di bawah kontrol kerajaan dengan nama Mahkamah Surambi.
Di Kesultanan Banten, model Kadinya mengikuti Kesultanan Aceh, dikenal sebagai Pakih Najmuddin yang dipimpin oleh ulama. Strukturnya hingga ke desa
Di Kesultanan Gowa-Tallo, Khatib Tunggal Dato Ri Bandang, ulama dari Minangkabau, membentuk lembaga Kadi dan jadi Syaikhul Islam.
Di Kesultanan Bone, lembaga model Kadi diberi nama Pejabat Sara yang dipimpin oleh Petta (Tuan Guru)
Di Kesultanan Ternate Maluku Utara, lembaga Kadi dikenal sebagai Babato Akhirat. Lembaga ini terbentuk atas saran Sunan Giri.
Dalam sejarah Nusantara, para ulama berperan sebagai pedagang, memasuki dunia pendidikan dan kekuasaan, lalu membangun sosial dan kebudayaan.
Sumber:
Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia, Jajat Burhanuddin, Kencana
Ulama dan Kekuasaan, Jajat Burhanuddin, Mizan
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslimin di Indonesia, Uka Tjandrasasmita, Menara Kudus
0 komentar: