Sunah Rasulullah saw, Berkuasa
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Sunah berkuasa, sering kali dianggap kotor dan keji. Umat Islam menggenggam peradaban dunia sejak akhir 600 M hingga 1924 M, hitung berapa tahun? hampir 1.300 tahun. Baru 100 tahun ini saja umat Islam hidup tanpa kekuasaan yang melindunginya.
Kita sering meributkan sunah berjenggot dan celana cingkrang, mengapa tidak membahas sunah berkuasa? Bukankah sunah berkuasa paling pertama hilang lalu yang terakhir shalat?
Saatnya berfikir dan berjuang membangun sunah berskala dunia, menggenggam peradaban dunia, bukan saja berkutat pada soal persoalan individu saja.
Nabi Sulaiman dan Daud menggenggam kekuasaan. Nabi Yusuf menggenggam kekuasaan. Rasulullah saw dan Khalifatur Rasyidin menggenggam kekuasaan. Umar Bin Abdul Aziz, Shalahuddin Al Ayubi, Nuruddin Zanky, Baibars, Al Qhutuz hingga Muhammad al Fatih, semuanya menggenggam kekuasaan. Namun mengapa kita sekarang mengatakan kekuasaan itu kotor. Politik itu kotor? Sepertinya ada yang salah dalam memahami dan mengimani Islam.
Nabi Sulaiman, Daud, Yusuf dan Musa memperbaiki umatnya dengan kekuasaan. Kecepatan memperbaiki masyarakat hanya bisa dilakukan dengan kekuasaan dan kultural. Walisanga saja memadukan kekuasaan dengan kultural untuk mengislamkan Nusantara.
Apakah para Nabi dan Rasul hanya mengandalkan ibadah mahdoh saja? Apakah para Sahabat mengandalkan ibadah mahdoh saja untuk meraih surga? Mereka selalu ingin menjadi yang pertama mendapatkan perlindungan Allah. Caranya, berkuasalah dengan keadilan. Andai kita belum bisa menjadi pemimpin adil, jadilah penyokong dan pengusung untuk lahirnya dan berkuasanya pemimpin yang adil.
Setelah para Sahabat Rasulullah saw dididik, kemana mereka berkiprah? Hanya Abu Dzar Al Ghifari saja yang ditolak memegang kekuasaan. Selebihnya menjadi Khalifah dan pejabat publik? Bila kekuasaan diramu dengan spiritualitas dan intelektualitas, hasilnya kemaslahatan yang luar biasa.
Ibnu Abbas, ahlul Quran, yang didoakan Rasulullah saw. Apakah dia hanya menjadi ahli tafsir? Yang berkecimpung di ranah intelektual saja? Dia penasihat khusus khalifah Ali bin Abi Thalib. Ibnu Umar yang diberikan keluasan ilmu Fiqh, dia seorang bendaharawan sebuah wilayah setingkat gubernur. Abu Hurairah ahli hadist dia menjabat walikota. Imam Syafii seorang hakim. Jadi adakah pertentangan iman dan kekuasaan? Antara ulama dan kekuasaan? Apakah kekuasaan itu kotor? Mengapa mereka bergelut dengan kekuasaan?
Apakah Abu Dzar Ghifari berdiam diri dengan kekuasaan? Dia tidak menggenggam kekuasaan tetapi menjadi oposisi yang meluruskan para Sahabat yang berkuasa agar tetap berada di relung kebenaran.
10 Sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk surga, hidup hingga matinya bergelut dengan kekuasaan. Kecuali satu orang. Hasan dan Husein, penghulu para pemuda di Surga, juga bergelut dengan kekuasaan. Mengapa kita yang ilmu dan pemahamannya sedikit, mengatakan bahwa politik kekuasaan itu kotor?
0 komentar: