Studi: Orang Arab Penghuni Pertama di Yerusalem
https://m.republika.co.id/amp/qcmoyp430
Berdasarkan studi terbaru dari lembaga think tank yang berbasis di Amman, orang-orang Arab nyatanya merupakan penghuni pertama di Yerusalem. Bahkan, bukti itu telah ada sejak lima ribu tahun lalu.
"Mereka mendirikan dan membangun (Yerusalem) sejak pertama- dan telah ada di sana sejak itu," tulisnya, seperti dikutip Arab News, Ahad (28/6).
Makalah yang diterbitkan oleh Institut Royal Aal Al-Bayt itu ditujukan untuk memperbaiki persepsi bahwa orang Arab adalah pendatang di Yerusalem. Walaupun, dokumen terkait yang mendukungnya sengaja tidak dipublikasikan.
Namun demikian, dari banyaknya referensi yang digunakan, ada dokumen yang menegaskan bahwa hal tersebut bagian dari Korespondensi Amarna. Yaitu, serangkaian surat diplomatik antara raja-raja kota-negara Kanaan dan penguasa Mesir selama abad ke-14 SM, yang menyebut Yerusalem. Tak hanya itu, makalah ini juga menunjukkan gambar yang ditemukan di Mesir pada akhir abad ke-19 sebagai penguat argumennya.
Studi yang dilakukan itu, bersamaan dengan penemuan arkeologis lainnya, salah satunya adalah catatan Alkitab, yang juga digunakan sebagai sumber untuk menguatkan adanya kehadiran Arab asli di Yerusalem.
Lebih jauh, Alkitab tersebut disebut juga menunjukkan bahwa ”orang Arab, Hamite, Kanaan, dan Yebus adalah penduduk asli tanah Palestina, termasuk wilayah Yerusalem.”. Bahkan, orang Kanaan dan Yebus ada di sana jauh sebelum orang Yahudi, termasuk sebelum Yudaisme timbul.
Sekitar 108 lembar dokumen yang dimaksud, mengutip berbagai bagian dari Perjanjian Lama itu menetapkan jika “Yerusalem selalu menjadi kota Arab” dan mencatat bahwa, “Orang-orang Arab Palestina saat ini sebagian besar merupakan keturunan langsung dari orang-orang Arab Kanaan asli yang ada di sana lebih dari 5.000 tahun yang lalu.
Sehingga, bisa dikatakan, Keluarga Arab Muslim dan Kristen Palestina modern (seperti suku "Kanaan", keturunan langsung orang Kanaan) adalah penduduk tertua di negeri itu.
Dalam makalah itu, disebutkan juga salah satu tokoh Muslim yang berperang melawan Tentara Salib dan merebut kembali Yerusalem pada abad ke-12, Salahudin Al-Ayubi. Dalam prosesnya, dimungkinkan jika orang-orang kristen saat itu dibolehkan untuk menetap, selain dari langkahnya untuk mengundang orang-orang Yahudi yang diusir dari Yerusalem oleh Tentara Salib untuk kembali bermukim di sana.
Menanggapi itu, mantan presiden Universitas Al-Quds di Yerusalem, Prof. Sari Nusseibeh mengatakan, buku putih yang diterbitkan oleh lembaga think tank itu merupakan dokumen yang dirujuk dengan baik dan dengan jelas. Pasalnya dicantumkan juga bahwa, Keluarga Nusseibeh, sejak abad ketujuh, dipercayakan kunci-kunci Gereja bersejarah Makam Suci (terletak di kawasan Kristen Kota Tua Yerusalem).
Tak hanya itu, buku putih tersebut juga menegaskan, setiap kepemimpinan Muslim di Yerusalem (638,1187 dan 1948) tidak pernah sekalipun mengusir orang Kristen dan Yahudi. Sebaliknya, Muslim disebut menjamin hak-hak mereka, termasuk hak beragama.
Dengan adanya argumen itu menunjukkan pertentangan dengan anggapan pengusiran terhadap Yahudi pada 630. Termasuk, pembantaian pada Yahudi dan Kristen Orthodoks. Hal itu berbalikan dengan pembantaian Yahudi atas penduduk asli Yerusalem pada 1.000 SM dan pengusiran orang-orang Palestina pada 1948.
Dari berbagai temuan studi itu, memunculkan persepsi bantahan menyoal Islam tidak memiliki hak moral untuk Yerusalem. Padahal nyatanya, Islam secara historis lebih damai dan toleran terhadap negara lain.
Lebih jauh, makalah ini juga mencatatkan kembali bahwa Islam telah dominan di Yerusalem pada kurun waktu 1.210 dari 1.388 tahun terakhir. Lamanya dominasi itu, lebih daripada periode Yahudi selama 3.000 tahun terakhir (selama 953 tahun) ataupun dominasi Kristen selama 2.000 terakhir dengan 417 tahun dominasi.
0 komentar: