Buya Hamka: "Sudahkah Teguh Hatimu Sudahkah Ridha Tuhanmu?"
Buku : Akhlaqul Karimah
Demi mencari keridhaan manusia, apabila ada seorang saudara atau anak yang wafat, diadakan kenduri besar-besar melebihi kekuatan dirinya. Dipakai pepatah, "Tidak kayu jenjang dikeping, tidak emas bungkal diasah." Uang habis, sawah tergadai, dan ladang terjual hanya untuk biaya kenduri dan menjamu tamu.
Akan tetapi, saat badan telah jatuh melarat tidak seorang pun tamu-tamu yang dijamu tadi yang sanggup menolong, mereka hanya menggelengkan kepala dan berujar "kasihan dia." Dapatkah geleng kepala orang lain menolong harga dan uang yang telah ludes tadi?
Dalam pernikahan diadakan perhelatan besar-besaran, katanya untuk mencukupi persyaratan adat istiadat agar dianggap sebagai orang terpandang. Maka dari itu, mereka telah mubadzir membuang-buang harta tidak berketentuan.
Lantaran dianggap sebagai "memegang adat istiadat," dia pun memilih apa yang dikatakan Al-Qur'an, ikhwanus syayaathiin 'saudara setan’.
Banyak contoh yang kita lihat sehari-hari tentang nasib tragis orang-orang yang mengutamakan ridha manusia daripada ridha Allah SWT. Oleh karena itu, wajiblah bagi kita mencegah meluasnya sifat-sifat itu dan menyadarkan mereka yang lupa diri dan mendurhakai Allah SWT.
Katakan apa yang terasa kepada umum, mereka terima atau tidak asal kita yakin bahwa kita tidak berlaku kasar, tunjukkan mana kepincangan dalam masyarakat. Seorang dokter membedah pasiennya karena mengharapkan hidup pasien itu, bukan lantaran hendak membunuhnya.
Pekakkan telingamu mendengar cela dan makian mereka, dengan pepatah Arab. "Biarkan aku mengatakan apa yang terasa.
Kemudian itu, boleh engkau beri nama kepada saya dengan nama yang engkau sukai.
Saya tidak pemarah, sikap saya lapang dada. Cuma dhamir, cuma kemanusiaan juga yang tidak dapat saya jual, cobalah katakan kepadaku atas nama Allah.
Adakah manusia yang sudi menjual kemanusiaannya menjual keagungan kehormatannya?"
Tanda keimanan yang benar ialah mempertahankan kebenaran. Berikan nasihat yang suci kepada sesama Muslim. Untuk itu, kita mesti berani menempuh koban, yaitu kebencian dan kemarahan orang karena kebodohannya.
Apabila yang kita cari hanya keridhaan atau kesuka an manusia, niscaya akan membuat kita bingung. Sebab setiap orang mempunyai pikiran dan kesukaan yang berlainan. Oleh sebab itu, serahkan diri kepada Allah SWT, teguhkanlah pendirian, dan jangan digantungkan diri pada kehendak manusia. Dengan menyerahkan din pada Allah SWT, kita bekerja mengajak manusia ke jalan yang benar.
Marilah kita menjadi "dukun" kita urut-uratnya yang terkilir, walaupun ia menjerit supaya dia lekas sembuh Mari kita marahi dia sebagai tanda cinta, "kasih di anak dipetangis, kasih di kampung ditinggalkan."
Biarkan dia mencela dan memaki hari ini, biarkan ini. Biarkan mereka memandang kita sebagai musuhnya, tetapi kita adalah sahabatnya. Setelah kita hilang dari matanya, mereka akan mencari kita kembali, mereka akan menanyakan manakah dukun yang ahli urut itu?
Bertahanlah pada kesakitan yang pertama, untuk kemenangan yang kedua, dan jangan lupa, tanyakan hatimu dan tanyakan Tuhanmu. Sudahkah teguh hatimu sudahkah ridha Tuhanmu? Jika sudah, "Bismillaahi wa atashamtu billaahi, wa tawakkaltu alallaahi."
0 komentar: