Menikmati Hidup, Menikmati Takdir
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Mengapa memusingkan takdir? Mengapa resah terhadap yang terjadi? Masih mengangap ada takdir yang lebih baik? Tanda ada yang rusak di hati.
Al Halaj dihukum oleh penguasa. Tak ada rintihan dan kesakitan. Yang muncul hanya pujian pada Allah.
Seorang ulama disiksa oleh penguasa. Kulitnya dikuliti dari kepala lalu ke tubuhnya oleh seorang Yahudi. Apa yang terucap? Tak ada rintihan dan kesakitan.
Saat dikuliti dia berkata, "Segala sesuatu sudah tertulis dalam Lauhul Mahfudz." Saat mati, dari tubuhnya terdengar lantunan Al-Qur'an.
Dalam pengembaran ilmu, seorang ulama kadang dituduh pencuri. Kadang dihargai sebagai ulama besar. Kadang kelaparan, kadang cukup kebutuhannya.
Kadang dihargai, bisa tidur di kamar. Kadang diusir hingga menginap di pekuburan. Sang ulama tak pernah memperdulikan takdir dan peristiwa yang dialaminya.
Takdir itu urusan Allah, mengapa dipusingkan? Yang terpenting, apa yang diisi? Bagaimana menyikapinya? Inilah ukuran surga dan neraka.
Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah. Maha suci Allah. Allah Maha Besar. Itu Cara menyikapi takdir.
Tidak ada Tuhan selain Allah. Tidak ada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Bertakwa, itulah cara sempurna dalam menyikapi takdir.
Hari ini lebih baik dari hari kemarin. Bermuhasabah dan membenahi diri. Karena Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Yang terjadi karena ulah manusia. Ini cara menyikapi takdir.
Saat Ibnu Sirin dililit hutang dan dipenjara. Dia langsung muhasabah, maksiat apa yang telah dilakukannya? Ternyata dia pernah sekali berkata yang buruk.
Bila takdir yang tak disenangi sebagai penghapusan dosa dan tanda dicintai Allah, adakah yang harus dihujat dan diresahkan?
Cara menikmati hidup dengan cara menikmati semua takdir Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bila masih ada prasangka, segeralah membersihkan hati.
0 komentar: