Menikah atau Tidak Menikah?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Menikah dan tidak menikah. Bisa jadi sama saja. Tidak menikah bisa jadi mudharat. Menikah pun bisa jadi mudharat. Menikah bisa jadi maslahat. Tidak menikah bisa jadi maslahat.
Syekh Abdul Qadir Jailani pernah berencana untuk tidak menikah. Takdirnya, dia menikah hingga lahirlah 40 putra-putrinya. Jadi semua bisa berubah sesuai timbangan maslahat-mudharat.
Banyak juga ulama yang tidak menikah. Imam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, Imam Al Ghazali, Imam Thabari, potret yang tidak menikah. Mereka fokus pada kemaslahatan yang lebih besar yaitu menegakkan agama, mengabdikan pada Ilmu.
Sufi wanita Rabiah Al Adawiyah, tidak menikah karena pernikahan dianggap menghalangi cinta dan rindunya kepada Allah. Banyak ulama besar yang bermaksud menikahinya seperti imam Hasan Al Bashri, namun ditolaknya.
Namun tidak menikahnya bukan karena tidak mempercayai lembaga pernikahan? Tidak menikah bukan karena kecewa dengan pasangan hidup sebelumnya. Bukan karena kegagalan sebelumnya. Tetapi lebih banyak pada timbangan akhirat. Pernikahan mensupport atau menghalangi?
Secara umum, menikah itu lebih baik daripada menyendiri. Kecendrungan manusia, menikah lebih utama dari menyendiri. Namun pada kondisi khusus, tidak menikah lebih baik. Setiap manusia memang memiliki kekhasannya.
Ketika tidak menikah sebuah pilihan, maka lihatlah alasan yang mendasar. Bukan menggugat pernikahan, bukan kekecewaan dan kegagalan masa lalu, namun lebih banyak pada fokus hidup dan timbangan maslahat-mudharat.
0 komentar: