Hanya Menyaksikan Allah
Rasulullah Saw. Bersabda, "Orang yang bisa merasakan nikmatnya iman, adalah orang yang ridho kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad Saw sebagai Nabi."
Iman itulah yang membangkitkan ridho tersebut. Sedangkan ma'rifat merupakan Nur yang ditempatkan Allah Swt. ke dalam hati orang yang dicintai-Nya dari para hamba-Nya, dan tidak ada yang lebih agung dibanding Nur tersebut. Sedangkan hakikat ma'rifat adalah hidupnya hati bersama Sang Penghidup: "Bukankah ia mati lalu Kami menghidupkannya? Agar ia memberi peringatan kepada orang yang (hatinya) hidup."
"Maka akan Kami hidupkan ia dengan kehidupan yang bagus," "Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila berseru bagi kehidupan bagimu." Siapa yang mati nafsunya, maka dunianya menjauh. Dan siapa yang mati hatinya, Tuhannya menjadi jauh darinya.
Ibnu Sammak ditanya, "Kapan seorang hamba dikenal bahwa ia telah sampai pada hakikat ma'rifat?" "Manakala ia menyaksikan Allah Swt. dengan mata kontemplasinya, dan fana dari segala hal selain Allah Swt." Jawabnya.
Disebutkan, "Ma'rifat adalah hilangnya memandang selain Dia, dan selain Allah Ta'ala lebih kecil dibanding biji Sawi." Allah Swt. berfirman, "Katakan Allah. Lalu tinggalkan mereka." (QS. Al-An'am: 91)
Siapa yang memandang Allah Ta'ala, pasti ia tidak memandang dunia, juga tidak memandang akhirat. Sedangkan matahari qalbu sang arif itu lebih bercahaya ketimbang matahari dunia, dan lebih cemerlang dibanding tempat terbitnya cahaya matahari itu.
Dzun Nuun ra. mengatakan, "Allah Swt. menampakkan dalam rahasia batin melalui berbagai anugerah, bagai terbitnya matahari di muka bumi dengan cerahnya siang. Hendaknya kalian membersihkan qalbu, karena qalbu itu obyek penglihatan-Nya, dan tempat hunian rahasia-Nya. Maka siapa yang ma'rifat kepada Allah SWT tak akan pernah memilih kekasih selain Dia Allah SWT."
Sumber :
Menjelang Ma'rifat, Syeikh Ahmad Ar-Rifa'y
0 komentar: