Gairah Perdagangan di Nusantara Era Islam
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati
Nusantara di era Islam, pusat perdagangan dan pelayaran tumbuh merata di seluruh pelosok Nusantara. Terbukti, munculnya banyak kesultanan dan kota-kota baru.
Setiap kota di Nusantara melakukan perdagangan antar pulau, regional dan internasional. Mengapa bergairah dan tak ruwet? Kemakmuran merata.
Bila takwa sebagai landasan, tak perlu banyak aspek legalitas dan administrasi yang berbelit dalam perdagangan. Deregulasi dan debirokratisasi.
Apa yang terjadi setelah Portugis menguasai Goa? Setiap kapal yang menuju Timur Tengah, Afrika, Eropa dan China harus dapat ijin dari mereka.
Apa yang terjadi setelah Belanda menguasai kota-kota di Nusantara? Monopoli perdagangan. Inilah awal kemiskinan di Nusantara.
Sejak era Portugis dan Belanda, rakyat biasa tak bisa melakukan perdagangan antar pulau, regional dan internasional. Inilah awal kemiskinan Nusantara
Di era kesultanan Islam, berbagai negara bebas melakukan perdagangan. Bahkan di Banten, Syahbandarnya ditunjuk sultan dari berbagai negara.
Dapatkah Nusantara dikelola secara sentralistik? Islam mencontohkan model pemerintah otonomi sejak abad ke 12 hingga datangnya para penjajah
Di era Islam, pusat perdagangan juga pusat ilmu pengetahuan dan spiritual, disamping pusat pemerintahan. Sistem dan moralitas berpadu. Sekarang?
Aceh pusat perdagangan internasional, juga mercusuar ilmu pengetahuan di Asia hingga namanya harum di Mekkah dan Kairo.
Perhatikan kota di pesisir pulau Nusantara, menjadi pusat wisata religi. Ini bertanda kekuasaan dan ulama berpadu membangun sistem dan moralitas.
Faktor kegairahan perdagangan bukan sistem administrasi tetapi akhlak. Kepercayaan ciptakan kegairahan, tak butuh kontrol yang tak bernilai tambah.
Sekarang, sistemnya sama, tetapi tetap timpang? Tercabutnya moralitas dalam kekuasaan. Butuh Islam untuk mewujudkannya kembali.
0 komentar: