Judul buku : Ahlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani
*Mengumpat*
Mengumpat, bergunjing, atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya menjadi kebiasaan di dalam masyarakat. Perbuatan seperti ini menjadi pintu kemunafikan, menghilangkan rasa percaya orang lain di dekat kita. Tandanya, dia berani pula membuka aib kita di hadapan orang lain.
Allah SWT mengibaratkan tukang cela orang lain itu seperti orang yang memakan daging saudaranya sendiri. Nabi saw. sendiri ketika ditanya, "Siapakah yang patut disebut seorang Muslim?" Beliau saw. menjawab, "Orang Muslim itu yang terpelihara dari kejahatan lidah dan tangannya."
Orang yang biasa mengumpat orang lain, kerjanya hanya mencari cela orang saja, tidak ada orang di sisi nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an,
"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela." (al-Humazah: 1)
Humazah ialah orang yang suka mencela orang lain dan menghinakannya. Lumazah ialah orang yang pemakan daging manusia, justru lebih jahat lagi dari pemakan daging.
Menurut riwayat kebanyakan ahli salaf memandang bahwa ibadah shalat dan puasa itu masih disebut ibadah yang biasa, sedangkan yang lebih utama ialah menahan lidah dari membicarakan aib dan cela manusia.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Sebelum membuka aib orang lain, lebih dahulu selidikilah aib diri sendiri." Imam al-Ghazali menjelaskan pengumpat atau penggunjing, kata beliau, "Engkau sebut-sebut keadaan saudara engkau yang kalau ia dengar, hatinya sakit. Baik kekurangan pada badan, turunan, perangai, perbuatan, pekataan, agama, maupun harta sampai kepada kekurangan potongan bajunya, keburukan rumah, dan keburukan kendaraannya.
Tentang badannya, engkau sebut dia pendek, gigi tonggos, muka bopeng, telinga luas, terlalu tinggi, punggung bungkuk, kulit hitam dan lain-lain yang menunjukkan kekurangan.
Tentang turunan, engkau katakan ibunya fasik, ayahnya durjana, neneknya perampok, sukunya pemecah, kaumnya penipu, dan lain-lain. Tentang perangai, engkau sebut dia takabur, pemuji, peminta, pengecut, dan lain-lain. Tentang perangai, dikatakan dia pencuri, pendusta, peminum, bakhil, tidak hormat pada orang tuanya, dan lain-lain. Untuk mencukupkan arti pengumpat, cukuplah kita salinkan saja kata-kata Nabi saw., "Yang dinamakan pengumpat ialah membicarakan saudara engkau atas barang yang dibencinya."
Kalau seorang manusia sakit hati lantaran dibicarakan tentu akan sakit pula hatinya dibicarakan dengan isyarat mata, cibir bibir, gerak, atau goyang tangan. Pendeknya tiap-tiap perbuatan yang dapat membuat sakit hati orang yang dituju. Siapa yang mengisyaratkan dengan matanya menunjukkan bahwa orang yang lewat di hadapannya adalah pendek atau tinggi, kurus atau terlalu gemuk, pendek leher atau lapang baju, terlalu gagah atau salah memakai pakaian, atau ditiru-tiru cara berjalannya guna mengejek, semua termasuk menggunjing juga.
Kelihatan seorang kawan memakai pakaian yang berbeda dari yang dipakai orang banyak, kemudian kita sindir kepada kawan yang lain, "Sejak pulang dari merantau, sudah banyak berubah saya lihat." Ini pun ter masuk gunjing yang diharamkan.
Atau kita berdoa, "Ya Allah, mudah-mudahan janganlah saya bernasib seperti orang itu (lantaran ba dannya terlalu pendek) misalnya, itu pun bernama gunjing.
Ada lagi yang lebih halus, mula-mula dipuji seorang yang hendak digunjing itu, disebut-sebut bahwa dia mendapat nikmat dari Allah SWT, tetapi sayang dia tidak sunyi kesalahan-maklumlah manusia-begitu banyak salah dan silap. Itulah kekurangannya sehingga nikmat yang dipujikan itu hilang belaka oleh 'tetapi' dan 'cuma'. Mula-mula yang mendengar menyangka bahwa ini betul-betul pujian rupanya racun diberi bergula dan diberi pula perhiasan dengan "karena Allah".
Cara lain ialah berkata, "Aduh kasihan si Anu, begitu hebat cobaan yang datang kedirinya. Utang sudah terlalu banyak, istri minta cerai, anaknya telah dicabut dari sekolah. Menjadi iktibar bagi kita, bahayanya orang yang terlalu boros, macam-macam saja cobaan yang Allah SWT berikan kepadanya."
Kalimat di atas menyatakan rasa simpati karena menyebut nama Allah SWT, tetapi di balik itu adalah membuka aib orang lain. Kadang-kadang si pendengar tercengang atas perkataan yang didengarnya, misalnya "Saya sangka si Anu tidak akan begitu karena kelihatan oleh saya selama ini bahwa dia itu rajin shalat, orang yang saleh, pandai bergaul, tidak terlalu royal, tetapi rupanya tidak seperti itu hakikatnya, memang macam-macam saja cobaan Allah SWT kepada manusia."
Nama Allah SWT tidak lupa disebutkan di dalam kejahatan itu, tak ubahnya dengan maling yang berdiri di tengah jalan, melihat melenggong perempuan-perempuan cantik tiap-tiap ada yang lewat, selalu membaca "Astaghfirullah."
(Muhammad Syair)
0 komentar: