Yang Mempengaruhi Corak Tafsir Al-Azhar Buya Hamka
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Saling tersambung dan mempengaruhi itulah estafet pewarisan antar generasi. Satu generasi menjadi satu anak tangga bagi generasi berikutnya untuk naik lebih kokoh dan tinggi lagi. Setiap generasi seperti batu bata yang menyempurnakan peradaban Islam di kehidupan ini.
Buya Hamka pun dalam menulis tafsir Al-Azhar banyak dipengaruhi Tafsir Al-Mannar Sayid Rasyid Ridha dan gurunya Syeikh Muhammad Abduh. Kepiawaiannya menggali pemikiran Muhammad Abduh yang membuat Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar.
Kelebihan tafsir Al-Manar selain kokoh pada prinsip dasar penulisan tafsir. Yaitu, uraiannya menyesuaikan dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan dunia Islam saat itu. Walaupun zaman sekarang sudah berubah, namun dasar penafsirannya masih tetap hangat, dapat dicontoh dan tidak basi.
Tafsir Fizilalil Al-Qur'an karya Sayid Qutb pun sangat mempengaruhinya. Buya Hamka menyebutnya sebagai wartawan yang penuh semangat Islam. Tafsirnya sangat sesuai dengan era zaman setelah perang dunia ke-2 yaitu era zaman atom.
Tafsir Al-Azhar merupakan kolaborasi pemikiran beragam ahli, bukan hanya pemikiran Buya Hamka saja. Bila berkaitan dengan ilmu umum, Buya Hamka meminta bantuan kepada ahlinya. Seperti saat memaparkan ilmu falak, Buya Hamka pernah meminta putra dari ahli falak terkenal yaitu Sa'aduddin Jambek.
Tafsir Al-Azhar banyak menggali pemikiran ulama-ulama Islam Indonesia sendiri, yang tidak terdapat di negara Islam lainnya. Berbagai pengalaman berdakwah, kondisi politik dan kemasyarakatan Indonesia dipaparkan sangat dalam. Bisa jadi inilah satu-satunya tafsir Al-Qur'an khas Indonesia.
Buya Hamka selalu terbayang jamaah subuhnya di Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Jakarta. Dari sinilah Buya Hamka mengawali kajian tafsirnya sebelum dipenjarakan oleh Soekarno. Untuk merekalah tafsir Al-Azhar ditulis. Sehingga tafsirnya tidak terlalu tinggi mendalam, yang dapat memahaminya tidak hanya semata sesama ulama. Juga tidak terlalu rendah sehingga menjemukan. Karena merekalah corak sejatinya masyarakat Islam.
0 komentar: