Tarekah Syattariah Dalam Gerakan Paderi
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Gerakan kaum Paderi dimulai dari gerakan "Pelindung Para Pedagang" yang dipelopori oleh Tuanku Nan Tua. Beliau murid dari Syekh Burhanuddin Ulakan yang juga murid dari Syekh Abdurrauf Singkil yang mendirikan pesantren di Ulakan dekat Pariaman. Beliau pemuka dari Tarekat Syattariah di kota Tua.
Tuanku Nan Tua seorang saudagar yang mampu berangkat haji ke Mekkah. Dia juga seorang mubaligh yang menjadi kepala pesantren Syattariah di kota Tua. Yang membuatnya prihatin, sering terjadinya kekerasan antar warga desa di pasar-pasar. Malahan, ada satu desa yang seluruhnya di bumi oleh perampok.
Sementara itu, para penghulu desa tidak efektif menyelesaikan persoalan keributan di pasar. Akhirnya, Tuanku Nan Tua menawarkan pesantrennya sebagai alternatif untuk memecahkan penanganan kejadian di masyarakat, terutama berkaitan dengan dagang. Dia pun mengajak desa-desa disekitarnya untuk menerima syariat sebagai hukum dalam berdagang. Hasilnya pada 1790-an wilayah tersebut dapat meredakan gejolak konflik dan kriminalitas yang mengganggu perdagangan.
Seorang murid Tuanku Nan Tua, Jamaluddin, mendirikan pesantren di kota Lawas. Kota ini kaya akan kopi dan akasia. Jamaludin ingin membangun suatu masyarakat Muslim yang murni. Dalam artian, seluruh warga menjalankan syariat sehari-hari. Masyarakat sangat tertarik karena syariat lebih mudah dipahami dan sangat praktis. Akhirnya, bermunculan pula yang tidak setuju hingga pesantren diserang oleh gerombolan.
Pada 1803, tiga orang Minangkabau kembali dari Tanah Suci. Yaitu, Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang. Haji Miskin mencoba meluruskan adat istiadat walaupun penuh perlawanan. Petualangan inilah yang menyebabkan dia bertemu dengan Tuanku Nan Tua. Tuanku Nan Tua mendapatkan perlawanan dari para perampok dan kriminal tua. Pesantrennya dibakar. Akhirnya salah satu murid Tuanku Nan Tua yang bernama Tuanku Nan Rinceh bersama Haji Miskin membuat gerakan baru untuk menghadapi gerombolan tersebut. Pada sisi lain Tuanku Nan Tua tidak menyetujuinya. Dia lebih mengedepankan kelemahan lembutan.
Tuanku Nan Rinceh terinspirasi dari Haji Miskin membuat gerakan setiap desa di Ranah Minangkabau mesti dijadikan masyarakat Islam selekas mungkin. Tahapan jihad hati dan lisan sudah selesai. Saatnya memasuki dakwah dengan kekuatan. Beberapa murid Tuanku Nan Tua lainnya bergabung maka gerakan ini semakin kuat.
Salah satu murid Tuanku Nan Tua yang bergelar Datuk Bendahara yang merupakan Raja Empat Sila di utara Agam yang subur dan berpenduduk banyak. Tepatnya di Alahan Panjang dan Rao. Dia tertarik dengan visi Tuanku Nan Rinceh dan Haji Miskin. Salah satu murid Datu Bendahara bernama Peto Syarif yang kemudian dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol.
0 komentar: