Dakwah Kekuasaan Walisongo
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Dakwah dengan pendekatan kekuasaan. Itu salah satu cara dakwah Walisongo yang jarang diungkap. Atau memang disembunyikan? Agar Umat Islam di Nusantara tidak menyentuh kekuasaan dalam kiprah dakwahnya? Untuk memisahkan umat dari kekuasaan agar kekuasaan digenggam oleh mereka yang tidak memiliki spiritualitas? Bagaimana bisa mensejahterakan bangsa tanpa moralitas?
Ingat... Walisongo datang ke Nusantara merupakan utusan khusus dan resmi dari kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1404 M. Dengan status ini para Walisongo bisa berinteraksi dengan penggenggam kekuasaan di tanah Jawa yang saat itu sedang berkecamuk perang Paregreg antara Wikromo Wardono dan Wirobhumi yang merupakan keturunan raja Majapahit.
Dalam rentang waktu yang sama dengan kedatangan Walisongo. Kaisar Tiongkok dinasti Ming yang muslim mengutus Laksamana Cheng Ho ke tanah Jawa. Maka jadilah sinergi yang kokoh antara Walisongo dan Laksamana Cheng Ho. Menurut Ustadz Salim A Fillah, Sunan Giri dan Laksamana Cheng Ho membuka persawahan baru di area pesisir utara Jawa. Disinilah tragedi kelaparan akibat perang Paregreg dapat diminimalisir.
Sebelum Walisongo dan Cheng Ho datang sebagai utusan resmi dari Kekhalifahan Turki dan Kaisar Tiongkok. Masyarakat muslim sudah ada di Majapahit karena dakwah kultural oleh para pengusaha muslim. Kedatangan Walisongo dan Laksamana Cheng Ho memperkokoh dakwah karena mereka berdakwah dengan sarana kekuasaan kepada pucuk tertinggi pemegang kekuasaan di Jawa dan Nusantara.
Dakwah pada pemegang kekuasaan di Jawa Barat melahirkan masuk Islamnya keluarga Prabu Siliwangi yang merupakan raja Pakuwan Pajajaran. Ibunya Sunan Gunung Jati, Nyi Rara Santang putri dari Prabu Siliwangi, yang menikah dengan Sultan Mahmud yang merupakan keluarga kesultanan di Mesir. Sunan Gunung Jati hendak diangkat Sultan di Mesir namun lebih memilih pulang ke Jawa.
Sunan Gresik berdakwah pada raja Majapahit. Beragam upaya dilakukan hingga mencoba menyandingkan raja Majapahit dengan putri raja Champa yang muslim. Namun gagal, akhirnya oleh raja Majapahit, Wikromo Wardhono, karena kekaguman dengan akhlak sunan Gredik, sang prabu memberikan kebebasan dakwah kepada Sunan Giri dan memberikan tanah untuk tempat kiprahnya.
Maulana Ishaq berdakwah dengan Adipati Blangbangan yaitu Menak Jinggo. Karena ahli dalam bidang pengobatan, ketika putri Menak Jinggo sakit yang bisa menyembuhkan adalah Maulana Ishaq akhirnya mereka menikah. Putrinya Menak Jinggo masuk Islam. Dari pernikahan mereka lahirlah Sunan Giri.
Sunan Ampel sebelum ke Jawa, mampir terlebih dahulu ke Adipati Palembang yaitu Arya Damar. Beliau berdakwah padanya. Arya Damar adalah putra prabu Brawijaya V dari Majapahit. Tiba di Majapahit menemui saudaranya yang merupakan ipar ayahnya yaitu ratu Dworowati di Trowulan Majapahit. Sunan Ampel berdakwah ke raja Majapahit, walau belum berhasil. Namun diberi kebebasan berdakwah dan diberikan sebidang tanah di Ampel.
Bila melihat penerimaan raja-raja di Jawa terhadap Walisongo yang cukup baik. Disamping akhlak dan kapabelitas para Sunan, juga karena mereka utusan khalifah Turki Utsmani yang saat ini telah menjadi ada daya dunia di masanya. Itulah penting dakwah dengan pendekatan kekuasaan.
Dakwah dengan pendekatan kultural untuk menjangkau jiwa masyarakat, mewarnai ekonomi-sosial-budaya. Dakwah dengan pendekatan kekuasaan untuk mewarnai kekuasaan dengan penguasa dan undang-undang penuh keadilan. Itulah cara menciptakan bangsa yang kokoh dan bermartabat.
Referensi:
Walisongo, Rachmad Abdullah, Al Wafi Publishing, April 2015
0 komentar: