Menyendiri Bersama Dirinya
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Ada waktu terpenting. Ada waktu yang paling utama. Ada yang paling berharga. Yaitu waktu bagi diri kita sendiri. Inilah waktu yang menciptakan revolusi diri. Inilah waktu yang memyibak rahasia hidup. Inilah waktu yang bisa merubah dan memperbaiki arah hidup.
Nabi Adam berdoa bahwa dirinya telah menzalimi dirinya sendiri. Ketika sendirian di kolong jagat. Ketika waktunya total bersama dirinya sendiri. Nabi Yunus berdoa bahwa dirinya telah menzalimi dirinya sendiri. Ketika berdiam diri selama 40 hari di perut ikan paus. Sisih waktu untuk menyendiri, berinteraksi, berbicara, dan bertukar pikiran dengan diri sendiri.
Nabi Ibrahim menemukan hakikat Tuhan setelah menyendiri memandang pergerakan alam. Dia bertanya pada dirinya, "Inikah Tuhan?" Rasulullah saw mendapatkan solusi setelah menyendiri hanya bersama dirinya sendiri di gua Hira. Imam Al-Ghazali menciptakan karya besar setelah menyendiri di Baitul Maqdis dan di Afghanistan. Menyendiri bersama dirinya sendiri bukan untuk mengucilkan dari masyarakat dan dunia, tetapi untuk menemukan jati diri dan apa yang harus diperbuat di kehidupan ini.
Menurut Buya Hamka, dalam kesendirian apa yang digali? Memunajatkan hajatnya pada Allah. Menelisik dirinya sendiri untuk membongkar aib diri pada dirinya dan menanamkan cinta pada Allah dan Rasulullah saw. Berdialog pada diri tentang bekal hari kemudian, kelezatan jiwa, dan menyelidiki arti hidup. Bertanyalah mana yang halal dan indah. Bertanyalah mana yang jahat dan baik.
Imam Ibnu Qayyim mencoba menyelidiki rahasia luasnya kepahaman gurunya Ibnu Taimiyah. Banyak ustadz dari berbagai pesantren menceritakan keluarbiasaan para kiyainya. Kuncinya, kesendiriannya bersama dirinya. Kesendiriannya bersama Allah. Kesendiriannya bersama ilmunya.
Imam Abu Hanifah, shalat Subuhnya menggunakan wudhu Isya. Suatu malam muridnya memergokinya sedang menangis tersedu di mihrabnya hampir setiap malam. Abu Hanifah berkata, "Jangan ceritakan hal ini pada yang lainnya." Kejernihan hati, kelapangan dada, keluasan akal, ilmu dan kebijaksanaan merupakan buah dari kesendirian bersama dirinya sendiri.
Seorang Sultan memanggil seorang ahli hikmah. Sang Sultan menanyakan keluasan dan kedalaman akal, kebijaksanaan dan ilmunya. Di jawab oleh ahli hikmah, "Ini buah menjauhi hawa nafsu, cinta dunia, menjauhi hasad, iri dan dengki." Semua penyakit hati hanya bisa disembuhkan dengan berdialog dengan dirinya sendiri. Itulah pangkal terbukanya ilmu syariat, makrifat dan hakikat. Inilah pangkal terbentangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bila waktu masih banyak dipenuhi dengan interaksi manusia. Bila waktu masih banyak dipenuhi hiruk pikuk pembicaraan dan debat diantara manusia. Bila waktu lebih banyak mencari muka di hadapan manusia. Maka hati dan akalnya dipenuhi kebisingan yang tak bisa menangkap rahasia hikmah, ilmu dan kebijaksanaan di kehidupan ini. Alangkah ruginya, lamanya perjalanan hidup namun menghadap Allah dengan tangan kosong.
Carilah pemimpin. Carilah calon pemimpin yang terbiasa menyendiri bersama dirinya. Maka dia akan bisa menyelesaikan semua persoalan manusia dengan keluasan dan kedalaman akal, ilmu dan kebijaksanaannya. Pemimpin yang penuh kehura-huraan, bertanda kosong isi kepala dan hatinya.
0 komentar: