Merancang Masa Depan dengan Doa
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Bermuhasabalah dengan doa. Telitilah diri dengan doa. Intropeksilah diri dengan doa. Berdialoglah kepada Allah dengan doa. Bentuklah karakter dan kepribadian dengan berdoa. Doa bukan sekedar memanjatkan keinginan, harapan dan kebutuhan kepada Allah saja.
Dalam keheningan dan kesyahduan malam. Dalam setiap shalat malamnya, Muadz bin Jabal berdoa, "Ya Allah, setiap mata sudah terpejam. Setiap binatang sudah tenggelam. Engkau, Tuhan Yang Mahahidup dan terus menerus mengurus makhluk-Mu. Ya Allah, perburuanku terhadap surga sangatlah lamban, sedangkan penjauhan diriku terhadap neraka sangat lemah. Ya Allah, pinjamkanlah kepadaku hidayah dari sisi-Mu yang akan dapat Engkau ambil kembali nanti di Hari Kiamat. Wahai Tuhan yang tidak pernah mengingkari janji."
Muadz bin Jabal seorang duta yang dipercaya oleh Rasulullah saw ke berbagai penjuru negri untuk mengajarkan Islam. Muadz bin Jabal, Sahabat yang menurut Rasulullah saw akan memimpin para ulama di akhirat nanti, namun merasakan lemahnya kemauan untuk menjauhi neraka dan lambatnya kesungguhan untuk meraih surga. Bagaimana dengan kita? Yang selalu sudah merasa optimal dan sangat baik? Intropeksinya diutarakan melalui doa-doa di tengah malam.
Abu Darda suatu malam menangis tersedu-sedu hingga Subuh karena memanjatkan Doa, "Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberikan bentuk tubuh yang bagus, maka anugerahkan pula kepadaku akhlak yang baik." Apa yang kurang dari akhlak Abu Darda? Sehingga terus memohon akhlak yang baik. Apa yang selalu kita panjatkan? Duniakah? Abu Darda telah meminta pertolongan Allah agar dikaruniakan akhlak yang baik.
Suatu malam murid Yahya bin Watsab membuntuti gurunya. Apa yang dilakukan selepas Isya? Ternyata ulama salaf ini selepas Isya mengurung dirinya. Duduk bersimpuh di sebuah ruangan. Sang murid berkata, "Sepertinya ia sedang melakukan muhasabah diri." Sang murid mendengar doa yang dipanjatkan gurunya, "Wahai Tuhan, aku telah melakukan dosa ini, maafkanlah dosaku itu, karena aku tidak akan melakukannya lagi. Aku juga telah melakukan dosa ini, maafkanlah dosaku ku itu, karena aku tidak akan melakukannya lagi." Doa sebagai sarana penelanjangan diri. Doa sebagai janji komitmen untuk memperbaiki diri.
Seorang ulama salaf, Abu Jafar Al-Qari, menjadi salah satu imam dalam qiraat asyarah karena sebab doa ibunda Ummu Salamah yang mendoakan keberkahan baginya. Abdullah bin Abbas menjadi samudera ilmu sebab doa Rasulullah saw. Doa menjadi pembentukan kejiwaan seseorang. Bukankah kebesaran Umar bin Khatab pun sebab doa Rasulullah saw juga?
Rentangkan cakrawala doa. Rentangkan peran doa seluas-luasnya. Jangan dipersempit hanya untuk kebutuhan dan keinginan saja apalagi duniawi. Doa bagian ibadah. Doa bagian dari dzikir. Perankan juga doa sebagai membangun jiwa.
0 komentar: