Memahami Al-Qur'an Melalui Pergelutan Realitas Sejarah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati
Menurut Syaid Qutb, hakikat al - Qur'an tidak dapat diketahui dari hanya melihat pengertian dari sudut bahasa saja. Tidak dapat dipahami dan tidak akan tersingkap rahasianya oleh mereka yang hanya duduk-duduk saja tidak bergerak. Isyarat, pesan dan efek yang abadi tiada henti hanya dirasakan oleh mereka yang bergerak bersama agama ini.
Al Quran hanya dapat dirasakan kehebatan maknanya oleh mereka yang menghadapi situasi dan kondisi seperti yang tengah dihadapi oleh Rasulullah saw dan para Sahabat ra. Pergelutan perjuangan bersama Rasulullah saw, Sahabat dan berkiprah seperti para tabiin dan ulama salaf di era sekaranglah yang membuat makna-makna al-Qur'an mengalir deras memasuki hati dan pemikiran manusia.
Realitas sejarah harus dihubungkan dengan realitas wahyu. Mereka yang memahami realitas sejarah saat wahyu turun. Mereka yang hari ini bergerak dan berjuang maka pengaruh Al-Qur'an akan semakin dalam dan abadi. Al-Qur'an tidak lagi sekedar bacaan yang berpahala. Al-Qur'an tidak lagi sekedar setiap hurufnya satu kebaikan. Tetapi setiap rangkaian firman-nya adalah satu kebaikan yang harus ditegakkan dan diperjuangkan dalam kehidupan ini.
Menurut Syaid Qutb, memahami realitas sejarah saat wahyu itu turun adalah untuk menghidupkan nuansa diturunkan ayat tersebut. Nuansa kejiwaan, pemikiran, pergolakan, dan beragam nuansa lainnya. Juga, memahami arahan, bimbingan, pendidikan dan gemblengan Allah pada peristiwa tersebut. Bila keduanya berpadu, maka kemukjizatan Al-Qur'an begitu nyata dalam menghadapi pertarungan kehidupan.
Al-Qur'an bukan untuk orang yang termangu dan loyo. Bukan untuk orang yang diam dan malas. Al-Qur'an untuk orang yang mau berkiprah dan berjuang. Al-Qur'an untuk orang yang berorientasi pada membangun peradaban. Makna dan inspirasi Al-Qur'an hanya menembus hati, jiwa, dan pemikiran mereka yang berjihad membangun dan memperbaiki kehidupan.
Bila Al-Qur'an tidak merasuk ke hati, jiwa dan pemikiran, segera tanyakan pada diri. Bila hati tak tertarik pada Al-Qur'an, segera berintrospeksi diri. Mengapa ucapan Maha Pencipta tak bersemayam di dada? Mengapa ucapan manusia justru yang mendominasi di ruang jiwa?
0 komentar: