Mekkah, Episentrum Perlawanan Terhadap Penjajah di Nusantara (1)
Diringkas Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Raffles, Letan Jendral selama peralihan Inggris ke Belanda 1811-1816, mengatakan, "Para imam agama Muhammad tanpa terkecuali ditemukan dalam setiap kasus pemberontakan yang paling efektif. Kebanyakan mereka keturunan campuran Arab dan Pribumi yang pergi dari satu negri ke negri lain di belahan timur dan pada umumnya, karena intrik dan desakan pemimpin lokal, tergerak untuk menyerang atau memerangi orang-orang Eropa sebagai kafir dan pengacau."
Di era penjajahan Belanda, Haji menjadi tema sentral pembahasan strategi melemahkan perlawanan di Nusantara. Para ulama yang kembali dari Mekkah, para haji, dianggap telah menghadirkan ancaman bagi kekuasaan penjajahan di Nusantara. Raffles bukan satu-satunya yang memiliki pandangan ini.
VOC walaupun hanya memiliki kepentingan ekonomi, memandang Haji sebagai sebuah ancaman. Pada tahun 1664, VOC melarang tiga orang Bugis yang baru pulang dari Mekkah untuk mendarat di Nusantara, dengan alasan bahwa kedatangan mereka ke tengah-tengah bangsa Muhammad yang percaya takhayul di daerah ini, memiliki konsekuensi yang serius. Tahun 1716, VOC membolehkan sepuluh orang haji untuk tinggal tetapi dengan pengawasan yang ketat.
Raffles sangat serius terhadap mereka yang pulang dari berhaji. Pada laporan tanggal 10 Juni 1811 di Malaka, menuliskan bahwa orang Arab dengan dalih mengajar orang Melayu tentang prinsip agama Muhammad, menanamkan kefanatikan yang sangat intoleran dan membuat mereka tidak mampu menerima suatu jenis pengetahuan yang berguna.
Pandangan Raffles tentang haji, dan Islam secara umum membentuk persepsi kolonial tentang Islam dan Muslimin. Pemerintah Inggris kemudian memelopori studi serius tentang Islam, seiring dengan kontrol Inggris atas Nusantara. Pandangan Raffles tentang bahaya politik Haji telah menjadi satu perhatian penjajah yang utama tentang Muslim di Nusantara.
Haji dianggap sebagai sarana di mana spirit pemberontakan dibawa dari Mekkah ke Nusantara. Untuk membatasi Haji, penjajahan Belanda beberapa kali mengeluarkan Resolusi. Dari Resolusi 1825, Resolusi 1831, Ordonansi 1859. Isinya sebagai upaya pembatasan haji.
Isi Resolusi tersebut dari pembebanan biaya yang tinggi, surat keterangan dari bupati, menunjukkan bukti memiliki dana yang cukup untuk perjalanan maupun keluarga yang ditinggalkan hingga diwajibkan menjalani ujian oleh bupati.
Sumber:
Ulama dan Kekuasaan, Prof Jajat Burhanuddin, Mizan 2012
0 komentar: