Kumis Yang Tak Bisa Dicukur
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Rambutnya sudah panjang. Seorang ulama salaf bersegera pergi ke pencukur rambut. Duduk dengan tenang dengan terus berdzikir. Tuntaslah memotong rambutnya. Tiba saatnya mencukur kumisnya. Disinilah letak kesulitan paling tinggi. Dia pencukur rambut yang berpengalaman, namun kesulitan mencukur kumisnya sang ulama. Apa penyebabnya?
Kedua bibir sang ulama terus bergerak. Kedua bibirnya terus berdzikir. Pencukur rambut memintanya agar tidak menggerakkan bibirnya. Namun sang ulama tidak bisa mendiamkan bibirnya yang terus bergerak tanpa henti untuk berdzikir kepada Allah. Dzikirnya bukan lagi digerakkan olehnya, tetapi Allah yang telah menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir. Masya Allah.
Doa, "Ya Allah tolonglah aku, agar senantiasa berdzikir kepada-Mu." Benar-benar sudah terpatri sehingga bukan daya diri yang menggerakkan diri untuk berdzikir, tetapi energi kekuatan Allah yang telah menggerakkan bibir, lidah dan hati untuk senantiasa berdzikir kepada Allah. Seperti alam yang terus berputar untuk berdzikir kepada Allah, sehingga siapapun tak bisa menghentikannya. Kekuatan apa pun tak ada yang bisa membuatnya diam. Seperti burung yang bergerak terbang, tak ada yang bisa menghentikannya kecuali Allah.
Seorang murid Junaid Al-Baghdadi menemuinya. Bertanya tentang seseorang yang terus berdzikir tanpa henti. Al Junaid berkata, "Apakah shalatnya tepat waktu? Bila iya, maka biarkan." Keduanya menemui orang tersebut. Junaid berkata, "Dzikirmu bersama dirimu atau dzikirmu bersama Allah?" Bila Allah telah "bersemayam" di hati manusia, maka seluruh jiwanya tak bisa menghentikan dzikir kepada Allah. Energi dari Allah yang telah menggerakkannya.
Imam Ibnu Qayyim, dalam beberapa tulisannya di kitab Zadul Maad, selalu berkata, "Dengan pertolongan, kekuatan dan ijin Allah.", sebelum memulai menuliskan sesuatu. Semua yang ditulis karena anugerah ilham dan ilmu dari Allah. Bila Allah menghentikan aliran inspirasi dan ide, apakah bisa melanjutkan tulisan tersebut? Bila Allah menghentikan sumber mata air, siapakah yang mampu mengalirkan air?
Seorang ulam Salaf ada yang berkata, "Bila tak sanggup shalat malam dan berpuasa di siang hari, tandanya ditolak oleh Allah." Ada apa dengan diri, hingga ditolak Allah? Mengapa diri tak layak berjumpa Allah, di saat Dia membuka pintu ampunan dan penerimaan doa? Bila mengidap kekikiran, bisa jadi karena hartanya tak layak untuk dipersembahkan kepada Allah? Bila belum ada niat jihad, bisa jadi karena raga dan jiwanya tidak layak untuk dipersembahkan kepada Allah?
Disaat banyak manusia dimudahkan Allah untuk berdzikir. Saat banyak manusia yang dimudahkan Allah untuk menghafal Al-Qur'an, shalat dan bersedekah. Ada apa dengan diri, sehingga tertahan dari kebaikan? Mungkin ini seperti keluhan imam Syafii kepada gurunya tentang hafalannya yang hilang. Kemaksiatan dan kesia-siaan yang membuat diri tak layak mendapatkan anugerah dan pertolongan Allah untuk berdzikir dan taat kepada-Nya. Seperti jiwa yang kotor, yang takkan dianugerahkan cahaya ke dalam hatinya.
0 komentar: