Kewaspadaan Beribadah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Hawa nafsu bisa menjatuhkan manusia dengan kemaksiatan juga dalam ketaatan. Oleh karena itu, para penulis sejarah tidak mau menulis biografi seseorang ketika masih hidup karena setiap orang berpeluang jatuh tersungkur selama nafas masih ada. Dalam Al-Qur'an selalu diingatkan, apakah merasa aman dengan siasat Allah? Apakah merasa aman dengan azab Allah? Yang merasa aman, itulah yang merugi.
Ketika berseliweran saling tuduh membid'ahkan dan mengkafirkan, seorang ulama memberikan kiat. Lihatlah saat kematiannya? Husnul Khatimah atau Suul Khatimah? Bila Husnul Khatimah maka ilmu, yang dicontohkan dan yang diajarkan bukanlah bidah. Begitulah cara mengikuti seseorang. Karena ilmu teramat luas, sehingga imam Malik tidak mau menjadikan kitab Al Muwathanya sebagai satu-satunya referensi hukum di era Bani Abbasiyah.
Syetan dapat menjerumuskan manusia ke jurang kemaksiatan, juga dalam ketaatan. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang ditampakkan dan yang tidak ditampakan. Apa yang diperlihatkan dan apa yang tersembunyi di dalam dada. Banyak yang masuk neraka karena tampilan ketaatan dan keshalehannya. Ini sangat berbahaya karena merasa mulia di tengah kehinaannya. Merasa mulia dihadapan manusia namun dihinakan dihadapan penduduk langit.
Hati-hati dalam ketaatan, karena merasa terselamatkan dengan ibadahnya. Hati-hati dalam ibadah, merasa selalu menjadi orang suci tak berdosa sehingga hilang kewaspadaan terhadap tipu daya hawa nafsu dan syetan. Hati-hati dalam ketaatan, karena dosa yang terbesar bukan dosa-dosa tak beribadah, tetapi karena penyakit-penyakit hati. Dalam ibadah, dalam ketaatannya diselimuti penyakit hati, ini yang sering dilalaikan. Ini yang sering lupa dievaluasi.
Taat beribadah tetapi merasa aman dari azab Allah, atau berdosa tetapi takut kepada azab Allah? Yang baik, tetap beribadah namun sangat takut pada azab Allah. Karena yang bisa memadamkan api neraka adalah aliran air mata karena takut kepada Allah. Bila ibadah belum juga mengalirkan air mata takut dan harap pada Allah, bertanda masih banyak kepalsuan ibadah kita.
Penyeru kebaikan, para juru dakwah, tak boleh merasa lebih baik dari para ahli kemaksiatan. Karena para ahli maksiat bisa saja menjadi ulama sekelas Fudhail Bin Iyad. Mereka yang hari ini lalai dalam kekayaan dan kekuasaan bisa saja menjadi ulama sekelas Ibrahim bin Adham atau Abu Hanifah. Menyeru namun tanggalkan bahwa diri lebih baik. Memperbaiki namun tanggalkan bahwa hanya dirinya yang selamat. Apakah sudah tahu Husnul Khatimah? Apakah sudah tahu bahwa kebaikannya diterima Allah?
0 komentar: