Ikhwanul Muslimin Di Mata Buya Hamkar
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Apa yang terjadi di Mesir saat itu? Krisis politik juga karya Ali Abdurraziq yang berjudul Islam dan Pokok-Pokok Hukum. Isinya memuat sekulerisme. Padahal di Eropa hanya pemisahan negara dan gereja. Tetapi sang penulis memuat tentang pemisahan negara dan agama Islam. Mana yang lebih sadis?
Sang Syeikh menyimpulkan bahwa Islam semata-mata hanya agama. Tidak mengandung soal kenegaraan. Nabi Muhammad saw hanya Nabi tidak merangkap kepala satu negara. Jabatan khalifah tidak berasal dari perintah Al-Qur'an, hanya kenyataan sejarah. Oleh karena itu model kekuasaan harus berkiblat menuruti demokrasi barat, sosialisme atau komunis.
Saat itu kekhalifahan Turki Utsmani hancur karena perang dunia pertama. Pemakzulan khalifah sangat mengguncangkan dunia Islam terutama ulama, pemuka dan ahli pikirnya. Mesir mengalami krisis pemikiran Islam dan politik juga. Bangsa Arab kocar-kacir karena tipuan Inggris. Barat sukses besar menghancurkan dunia Islam. Puncak kegundahan saat Jendral Perancis berkata di kuburan Saladin, "Wahai Saladin, ini saya telah datang kembali."
Kehadiran Hasan Al Banna bersama Ikhwanul Muslimin, menurut Buya Hamka, merupakan salah satu dari banyak langkah kongkrit ulama di berbagai belahan dunia Islam untuk pembaharuan serta kebangkitan sarjana islam dalam menghadapi serbuan ghazul fikri, sekulerisasi dan orientalisme.
Menurut Buya Hamka, sesudah perang dunia kedua, timbullah gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, di negri Syeikh Ali Abdurraziq sendiri. Pembunuhan atas diri Syekh Hasan Al Banna oleh kaki tangan Raja Faruq, dan perbuatan Gamal Abdul Naser yang menggantung mati murid-muridnya Hasan Al Banna, yaitu Abdul Qadir Audah, Sayid Qutb dan beberapa kawannya, bukanlah berarti bahwa gerakan itu salah, melainkan ditakuti kebangkitan itu walaupun oleh penguasa Islam sendiri.
Buya Hamka juga menyoroti kiprah beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin lainnya yang terjun dalam dunia pemikiran dan budayawan dalam membela Islam dari serbuan penghancuran Barat yaitu Prof Mustafa Asibai dan Anwar Jundi. Munculnya banyak pribadi besar tersebut menjadikan cita-cita Islam dalam keseluruhan. Islam yang tidak terpisah antara agama dan negara. Islam yang meliputi segala kegiatan hidup, politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Namun seluruh cita-cita besar itu meminta pengorbanan seperti yang dikehendaki sejarah. Ikhwanul Muslimin pun dibubarkan. Hasan Al Banna dibunuh di jalan raya. Semua itu alamat dari hebatnya cita-cita, seperti yang diucapkan oleh imam Al-Ghazali, "Bila besar dan mulia suatu cita-cita, sukarlah pula jalannya dan banyak pengorbanannya." Semakin hari semakin banyak yang berani dan malahan menyatakan diri mengikuti langkahnya.
*) Diambil dari Buku Studi Islam, Buya Hamka, GIP, Februari 2020.
0 komentar: