Fenomena Qarun dan Awal Krisis Ekonomi
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Siklus kekayaan, lihatlah perjalanan Qarun. Persepsi manusia terhadap kekayaan, pahamilah perjalanan kehidupan Qarun. Semua tidak lepas dari kerangka ini. Semua paradigma manusia tentang harta diringkas dalam kisah Qarun. Akhirnya, harta untuk harta. Harta untuk kebanggaan dan kemuliaan. Harta yang dipertontonkan untuk menujukan kehebatan diri dan meredahkan orang lain. Harta untuk menzalimi dan mengokohkan kemungkaran, berakhir dengan kehancuran.
Perjalanan Qarun dimulai dari seorang yang miskin. Yang ulet dan taat kepada Allah. Lalu memohon keberkahan doa dari Nabi Musa. Begitulah perjalanan bila ingin sukses berbisnis. Ini pula fitrah setiap orang yang mengawali pergulatannya dalam meraih kekayaan. Niat yang lurus. Persepsi yang benar terhadap peran hidup dan mengelola kekayaan. Inilah pondasi paradigma berharta. Namun ingatlah, mengapa Nabi Musa tidak berdoa bagi dirinya sendiri agar kaya seperti Qarun? Tugas membangun peradaban lebih tinggi derajatnya dibandingkan membangun kekayaan.
Namun ingatlah, berinteraksi dengan kebendaan akan berbahaya. Berinteraksinya jiwa dengan kekayaan akan merusak paradigma awal. Apalagi bila merasa bahwa semua ide dan pikirannyalah mampu melimpahkan kekayaan. Apalagi bila merasa kekayaan diperoleh karena ilmu, ikhtiar, jaringan dan akses kekuasaan saja. Jiwa yang hidup dan hati yang bersih bila terus berinteraksi dengan benda mati tanpa henti dan kerangka yang jelas akan mematikan jiwa dan akhlak pula. Maka solusinya, buanglah minimal sesuai aturan zakat.
Kekayaan itu dapat menggelapkan hati. Karena itulah Umar bin Khatab membuat aturan bagi yang tidak berilmu untuk tidak berinteraksi dengan bisnis. Islam pun hanya mengamanahkan harta kepada yang sudah berakal saja. Berinteraksi dengan kekayaan banyak akhlak buruk yang dapat ditimbulkan, cinta dunia, takut kehilangan, ingin terus menumpuk, mengurangi timbangan, menutupi cacat, kekikiran, perampasan hak orang, penipuan dan beragam keburukan lainnya. Akhirnya kekayaan tidak memberikan kebaikan sedikit pun bagi dunia dan akhiratnya. Semua proses inilah yang menyebabkan kekayaan melahirkan kedurhakaan dan perlawanan terhadap kebenaran. Seperti kisah Qarun, kekayaannya menyebabkan lahirnya aniaya kepada manusia dan alam.
Kisah Qarun bagian kisah fenomenal yang disajikan dalam Al-Qur'an seperti para penguasa lainnya Namrudz, Firaun dan para pembesar suatu kaum. Namun dalam kisah Firaun 3 kekuatan bersanding dan bersinergi secara sempurna. Yaitu penguasa, cendikiawan dan hartawan. Artinya, para pemilik kekayaan pun bisa menjadi bagian pelaku kezaliman dan kediktatoran para penguasa. Para hartawan bisa pula menjadi donatur penghancuran cara berfikir, akal dan kebohongan intelektual dengan berkolaborasi dengan para cendikiawan yang rusak.
Hartawan dapat merusak cara pandang masyarakat terhadap kehidupan. Seperti dalam kisah Qarun. Ada masyarakat yang memandang bahwa kekayaan seperti Qarun adalah kebaikan dan kemuliaan hidup. Namun bagi masyarakat yang berilmu, kekayaan Qarun tersebut dapat menghancurkan kehidupan. Bahwa kekayaan merupakan karunia Allah. Masyarakat yang berilmu ini menyadarkan Qarun. Namun Qarun justru mengatakan bahwa kekayaannya karena ilmunya. Lalu Qarun menampilkan seluruh kekayaannya dihadapan manusia dengan kesombongan.
Ketika masyarakat telah rusak paradigmanya soal harta karena gaya hidup mewah para hartawan. Ketika hartawan terus mengkampanyekan hidup serba boleh, bersenang-senang, berfoya-foya tampil dengan kesombongan. Namun pada sisi lain penuh kekikiran. Bagaimana memperbaiki tatanan kehidupan yang sudah rusak ini? Allah menenggelamkan kekayaan, pemiliknya juga tempat kediamannya. Inikah penyebab semua krisis ekonomi, finansial dan moneter di dunia ini? Untuk menciptakan keseimbangan baru para pemilik kekayaan? Untuk menghancurkan paradigma yang salah tentang kekayaan?
0 komentar: