Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-5)
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Syeikh Yusuf Al Makasari melakukan perjalanan keilmuan dari Makasar, Banten, Aceh, Timur Tengah hingga ke Turki. Di Banten, bersahabat dan belajar bersama dengan Pangeran Surya, yang kelak bergelar Sultan Ageng Tritayasa. Di Aceh, belajar dengan Syeikh Ar Raniri, Syeikh Islam Kesultanan Aceh.
Setelah belajar dari Timur Tengah, Dalam perjalanan pulang, Syeikh Yusuf Al Makasari mampir di Banten. Diangkatlah beliau sebagai Dewan penasihat Sultan (Mufti) yang paling berpengaruh. Peranannya sangat besar bukan saja dalam bidang keagamaan, tetapi juga politik dan pemerintahan.
Murid Ar Raniri di Nusantara yang paling terkemuka adalah Syeikh Yusuf Al Makasari. Melihat Ar Raniri sangat mendalami sufi, teologi, fiqh yaitu penerapan praktis aturan yang paling mendasar dalam syariat Islam. Maka hal ini juga diterapkan oleh Syeikh Yusuf Al Makasari saat menjadi Mufti di Banten.
Di era Sultan Ageng Tritayasa, Banten menjalin hubungan politik dan diplomatik dengan penguasa Muslim terutama Syarif Makkah. Hubungan surat menyurat pun sangat erat hingga ke kerajaan Muslim yang ada di anak Benua India.
Sultan Ageng hampir sepanjang waktu ditemani para ulama. Banyak ulama dan penuntut ilmu dari berbagai bagian dunia Islam yang terus berdatangan ke Banten. Banten menjadi pusat pengetahuan dan keilmuan Islam yang penting di Nusantara.
Pengaruh Syeikh Yusuf Al Makasari tidak saja pada penerapan Syariat Islam di Banten tetapi juga pengaruh tasawuf. Beliau telah mendapatkan ijazah dari guru tasawufnya dari Thariqah al-Qariyah, Naqsyabandiyah, Ba'alawiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah. Hingga diberikan gelar Tajul Khalwati Hidayatullah.
Setelah kepergian Syeikh Yusuf Al Makasari karena diasingkan Belanda, gelar Kesultanan Banten dipengaruhi identitas ketasawufan seperti gelar Zainal Abidin, Zainal Arifin, Zainal Alimin dan Zainal Asyiqin.
Sebagai sebuah Kesultanan, Banten juga mendirikan sebuah institusi hukum, atau kantor Qadhi. Badan peradilan Islam ini berperan sebagai institusi yang menjaga hukum-hukum syariat berjalan dengan baik, seperti muamalah, jual beli, nikah cerai, hudud, dan semua amalan syariat Islam lainnya. Posisi Qadhi ini sangat penting di Kesultanan Banten, dan gelarnya kemudian hari di kenal dengan sebutan Kiyahi Pakih Najmuddin.3)
Dalam Sarasehan Sejarah yang diadakan Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, pada 19 November 2015. Ayang Utriza, filolog dari UIN Syarif Hidayatullah, dan peneliti Bantenologi Mufti Ali, menyuguhkan hasil penelitiannya tentang sejarah Banten.
Dengan melalui kajian filologi Undang-Undang Banten kajian sejarah dari tinjauan filologi abad ke 17-18. Ditemukan Catatan Pengadilan Fakih Najamudin. Penelusurannya ini ia pertahankan sebagai penelitian di Universitas Oxford.4)
Sumber:
1. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.
2. Sejarah Umat Islam, Buya Hamka, GIP 2017.
3.https://www.banteninfo.com/undang-undang-banten-konstitusi-kesultanan-banten/
4.https://www.radarbanten.co.id/masa-kesultanan-banten-punya-undang-undang-yang-mengagumkan/
0 komentar: