Surat-Surat Syeikh Al-Palimbani di Makkah kepada Sultan Mataram (bagian 2)
Surat pertama dan kedua Syeikh Abdul Shamad al-Palimbani ditujukan ke Sri Sultan Hamengkubuwono I. Sedangkan surat ke tiga ditujukan ke Pangeran Paku Negara. Isi surat ketiganya sebagai berikut:
"Allah akan mengampuni dosa orang yang shaleh seperti Pangeran Mangkunegara, yang telah diciptakan-Nya untuk mendapatkan nama harum di dunia ini, dan juga karena Yang Mulia adalah seorang keturunan kerajaan Mataram, yang kepadanya Allah telah melimpahkan karunia-Nya disamping Muhammad sang Nabi, mengingat bahwa rasa keadilan Yang Mulia sudah umum dikenal."
"Selanjutnya Yang Mulia hendaknya selalu ingat akan ayat Al-Qur'an bahwa sebuah kelompok kecil akan mampu mencapai kemenangan melawan kekuatan besar. Hendaknya Yang Mulia juga selalu ingat bahwa dalam Al-Qur'an difirmankan: "Janganlah mengira bahwa yang gugur dalam perang suci itu mati."(2:154).""
"Allah telah menyatakan bahwa jiwa orang yang gugur itu akan masuk ke dalam seekor merpati besar dan naik langsung ke Surga. Ini merupakan hal yang pasti diyakini semua orang dalam hati mereka, dan terutama beginilah yang akan jadinya dengan Yang Mulia."
"Yang dapat ditampilkan sebagai sekuntum bunga yang menyebarkan wewangiannya sejak matahari terbit hingga tenggelam, seluruh Makkah dan Madinah serta negeri Melayu akan bertanya-tanya tentang keharuman ini, dan memohon kepada Allah, agar Yang Mulia menang melawan semua musuh."
"...Yakinlah akan nasib baik yang abadi dan berusahalah sekuatmu karena takut akan Allah, jangan takut akan nasib buruk dan elakanlah segala kejahatan. Orang yang melakukan hal itu akan melihat langit tanpa awan dan bumi tanpa noda."
"Tumbuhkanlah keyakinan hati dari ayat-ayat Al-Qur'an: "Barangsiapa beriman dan melakukan pekerjaan yang baik, akan mendapatkan karunia Allah (di surga). (2:25)"
Menurut Ricklefs, surat ini bukti kesejarahan penting tentang perjuangan Muslim Melayu-Indonesia melawan Belanda. Juga, peran Dunia Islam Internasional untuk mengobarkan jihad di Jawa.
Surat-surat ini memang tidak sampai ke Sultan Mataram karena disita lalu dihancurkan Belanda. Namun jiwa surat ini terus memancar di keturunan Sultan Mataram dengan hadirnya Pangeran Diponegoro yang merupakan keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II.
Sumber: Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17-18, karya Prof Dr Azyumardi Azra, MA, Kencana, 2004 hal 361-363.
0 komentar: